Laman

Minggu, 15 Mei 2011

Yogyakarta, Abadi Memori

Siang hari di Jogjakarta sebenarnya sama saja dengan siang-siang kemarin, namun untuk kali ini ada satu rasa yang berbeda. Perasaan sedih karena sebentar lagi akan meninggalkan kota yang telah memberikan aku banyak pelajaran, bukan hanya dari perbedaan bahasa dan keta’adziman warganya kepada keraton, tetapi juga memperkenalkan ku kepada kekayaan ragam budaya yang menyatu, yaitu warna yang dibawa mahasiswa-mahasiswa dari daerah-daerah lain.

Aku sudah hampir empat tahun tinggal di kota pelajar ini untuk kuliah, bertemu dengan teman-teman dari sabang sampai merauke, dari timur sampai barat Indonesia. Sungguh sebuah keberagaman sosial yang multikultur. Multikultur tidak hanya dalam percakapan tetapi juga multikultur mengenai pahaman emosi. Mulai dari cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah, serta kebiasaan-kebiasaan keseharian yang juga berbeda.Dulu, saat memutuskan kuliah di Jogja, pertimbangan terbesar adalah karena jauh dari rumah. Ingat betul, bagaimana saat itu aku tidak sabar ingin pindah ke jogja. Menanti-nanti datangnya bulan Juli.

Setibanya waktu itu datang, dengan masih polos, aku turun dari kereta membawa koper dan tas di punggu, menenteng kresek dan tas isi, untuk pertama kali menginjakkan kaki di kota tujuan wisata ini.

Di stasiun tugu, aku bergumam, melihat arsitek bangunan stasiun sungguh mempresentasikan sebuah daerah baru yang akan sangat menarik. Semakin jauh meninggalkan stasiun, budaya jogja begitu terasa, tukang becak menghampiri setiap orang yang bergegas keluar, berebut menawarkan jasa, namun tetap sopan. Di jalan raya, identitas nomer kendaraan bermotor begitu beragam, sebuah hal yang jarang ku temui di Bekasi sana. Jalan lebar karena lengang. Sesekali ramai di depan pasar tradisional. Sangat ramai tapi tak berdesak-desakan. Sungguh Jogja yang tenang kala itu dan semoga sampai nanti.

Mei 2011, Tiga tahun tujuh bulan sudah aku di Jogja, dan kini saatnya untuk kembali ke kampung halaman, mencoba melihat hidup pada tingkatan selanjutnya yaitu profesionalitas. Dalam batin, meski sedih harus meninggalkan teman dan segala kenangan tentang Jogja, inilah hidup, tidak berhenti pada satu tingkatan, akan berlanjut ke tahap lain. Meski begitu, Yogyakarta adalah satu memori yang tidak akan terlupa, selamanya...

Tidak ada komentar: