Laman

Selasa, 26 November 2013

Pahami dan Dukung Kemampuan Anak...


Setiap anak memiliki kematangan intelektual yang berbeda. Sudah banyak penelitian yang mengatakan bahwa nilai sekolah yang tinggi tidak memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesan anak dimasa yang akan datang. 

Namun, hal diatas tidak lantas menjadi alibi untuk para orang tua dan guru untuk tidak mengusahana agar anak mendapat nilai yang bagus di kelas. Untuk itu pakar pendidikan mengatakan bahwa anak dapat menyerap pelajaran yang diberikan jika cara ajar sesuai dengan karakteristik anak, apakah visual, audio atau kinestetik. 

Masing-masing anak memiliki keriteria yang berbeda. Beda kriteria, maka beda pula cara mengajarnya. 

Anak-anak yang memiliki kecenderungan visual maka akan lebih mudah menangkap pelajaran dengan gambar dan catatan. 

Anak-anak yang audio lebih efektif diberikan pengajaran dengan cara diajak mendengar. Misal, belajar dengan menggunakan lagu-lagu.  Sedangkan anak yang cenderung kinestetik, maka ajak ia bergerak. Belajar sambil bermain. 

Lantas, apakah teori ini benar adanya secara praktek? 

Saya katakan, pada sebagian anak, iya. Sebagian lain, tidak. 

Maksudnya adalah pada satu kasus yang saya pelajari (anak kinestetik) ketika saya ajak belajar sambil bergerak (bemain tangkap bola) ia mampu mengingat hanya dalam kapasitas dua kata, ketika ditambah menjadi empat kata ia sedikit kesusahan untuk mengingat. 

Artinya, ketika kita menggunakan metode belajar yang disesuaikan dengan karakter anak, namun kematangan intelektualnya belum muncul, maka akan sulit untuk memasukkan pengetahuan kepadanya. Anak-anak yang memiliki daya ingat pendek, serta konsentrasi yang pendek memiliki kemungkinan kurang efektif jika terus dipaksa untuk belajar. 

Yang kurang tepat adalah, kerap orang tua dan sebagian guru, menyarankan anaknya untuk kursus berhitung jika dirasa kurang dalam hitung-hitungannya. Dianjurkan untuk mengambil kursus bahasa inggris jika dirasa kurang bahasa inggrisnya. Tanpa melihat sebetulnya, si anak ini kemampuannya dimana? apakah di pelajaran atau malah di bidang-bidang yang mengasah skill. Seperti musik, sepakbola, atau renang. 

Untuk itu, saya pribadi. Kerap menyarankan kepada orang tua murid saya untuk tidak terlalu stress jika anaknya mendapat nilai yang kurang memuaskan ketika ujian. Bahkan saya tidak menyarankan untuk menyibukkan anak dengan berbagai kursus yang kiranya bukan kesukaan anak. 

Salah satu murid saya mendapat nilai yang kurang baik dalam pelajaran math. Waktu itu bab addition dan subtraction. Padahal ia ikut les berhitung. Saya Tanya “mengapa nilainya kurang bagus, kan sudah ikut les”. Lantas anak itu jawab  “aah.. males miss.. aku capek.. disuruh mamah les terus, istirahatnya cuma sebentar”.  Analisa saya adalah bahwa anak tidak enjoy mengikuti kursus itu, atau mungkin ia memiliki pilihan sendiri kursus apa yang ia inginkan.   

 Alangkah baiknya jika orang tua dan guru membebaskan anak untuk memilih apa yang ia inginkan. Dengan begitu maka kita akan menjadi lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban anak jika suatu saat ia malas “itu kan keinginan adek, maka adek tidak boleh malas”.

Dukung dan arahkan anak mencapai apa yang ia cita-citakan. Bukan memaksakan apa yang menjadi standar keinginan orang tua. 

Profesor saya pernah bercerita bagaimana ia sampai merubah nama anaknya ketika si anak bercita-cita menjadi presiden. Anak ini selalu bilang ke semua orang yang ia temui, bahwa ia ingin menjadi presiden. Bahkan ia sempat membantah kakeknya. 

Suatu hari ketika berkunjung ke rumah kakek, ketika hendak pulang, sang kakek mencium sang cucu sambil berucap “kakek doakan, nanti besar kamu menjadi arsitek” si anak langsung menolak “gk mau, aku ingin jadi presiden kek”. Melihat kegigihan anak ini. Professor sampai mengganti nama anaknya menjadi lebih kejawaan di akta kelahiran dan kartu keluarga. 

Apakah professor itu lebay? Saya kira tidak. Inilah yang benar. 

Jika kita memaksakan anak untuk belajar berhitung terus menerus, sedangkan bakat dan keinginannya adalah di musik. Maka kita telah menyianyiakan waktu anak, tenaga anak, dan uang untuk hal yang mungkin tidak terpakai ketika ia besar.

Tidak ada komentar: