Menjadi yang tidak diprioritaskan, mengesalkan. Saat opini dan masukan sekedar ditampung, tidak dibahas kemudian di buang, siapa yang suka keadaan itu? Adakah? Itulah resiko jadi anggota, mau enak, jadi bos saja. Bergaya meminta masukan, padahal sekedar basa-basi biar terlihat membuka diri, ujung-ujungnya yang dipakai adalah pendapatnya sendiri.
Perkara lumrah yang dialami banyak bawahan, its ok’ karena semua bawahan memahami itu. Apa yang membuatnya berbeda? Kesan negatif muncul saat penolakan disertai dengan pembawaan yang merepresentasikan tindakan tidak menghargai. Meski bahasa yang digunakan adalah kata kiasan yang berintonasi lembut, jika bahasa nonverbal menunjukkan sikap mengabaikan, itu lebih membangkitkan sisi tidak menerima.
Saling menghormati menjadi hal pokok dari semua ini, hargai dan pandang usaha yang telah dikerjakan. Jika belum optimal, katakan dan tunjukkan dengan bahasa nonverbal yang bersahabat. Sayangnya, tidak semua orang menerima itu dalam pelaksanaannya, yang parah, jika masukan dan opini direspon dengan diam sambil memperlihatkan raut muka yang menafsirkan “ha? apaan tuh? Gk mungkin lah! Aneh!”
There’ is nothing impossible. There are always two sides to everything. Jika satu hal nampak tidak mungkin, bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Saya kira siapapun, tidak akan merekomendasikan hal yang buntu untuk dilakukan. Bukan tidak mungkin, hanya belum menemukan konsep yang tepat.
Melihat ini, saya tidak bisa memusatkan kesalahan pada si boz, tanggungjawab dan beban yang dibawa boz mungkin jauh lebih mendesak. Jadi, saya terima keadaan ini, bagi saya, bukan suatu penghalang berat yang meski saya keluh kesahkan sepanjang masa. I am just need to talk, and that is enough when I’m was completed this blog.
Hal kemarin biar menjadi sejarah dalam perjalanan hidup saya, tersimpan di blog ini, untuk kemudian suatu hari, ketika saya sudah jauh pergi dari keadaan sekarang, catatan ini menjadi bacaan pribadi saya, memahami setiap perjuangan yang sudah saya lalui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar