Hari ini semua orang tumpah ruah ke jalan, meramainkan alun-alun, tempat-tempat yang menjadi langganan diadakannya perayaan tahun baru. Kamis sore, daerah malioboro dan perempatan kantor pos Yogyakarta sudah padat merayap. Semua orang seraya berkumpul, memadati pusat peluncuran kembang api.
Harapan dan keinginan di panjatkan ribuan orang, menutup tahun yang lalu, beranjak ke tahun baru. Resolusi kedepan mulai di torehkan. Apa yang ingin dikerjakan dan apa yang ingin di capai, semua menjadi panjatan doa bersama semu umat
Di tengah keramaian suara dan lampu kembang api, wanita ini, yang sedang belajar untuk tumbuh menjadi dewasa, sibuk dengan lamunannya, memanjatkan resolusi rasanya tidak bergairah, rupaya wanita ini masih iri.
Energi dan harapan yang biasanya meluap-luap kini sedang layu, tersiram bahan kimia yang bernama iri. Tidak ada satu harapan yang dipanjatkan wanita ini, baginya harapan dan keinginannya masih sama. Menjadi wanita penuh energi untuk merenggut semua impiannya. Impian yang jika dibayangkan membuat merinding semua orang yang mendengar.
Sorak soray menyambut tahun baru tidak menjadi begitu penting, keinginan kuat akan pencapaian mimpi wanita ini menjadikannya antipati untuk bersorak menyambut tahun baru, yang terpenting bukan perayaan tahun baru
Bagi wanita ini, rasanya menjadi berat ketika tahun baru datang di saat tahun yang lama belum menjadi sempurna, banyak target yang belum tersampai, dan ketika tahuh baru datang, hati ini menjadi kerdil.
Ketika waktu beranjak ke tahun baru, waktu semakin menggecil, kesempatan terus meruncing, menuntut agar mimpi segera tercapai. Lantas, mengapa orang menjadi gembira padahal waktu semakin menua. Padahal tekanan untuk segera mencapai mimpi semakin menekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar