Laman

Jumat, 15 Januari 2010

Orang tua menjadi kekuatan terbesar saya...

Untuk pertama kalinya, selepas rasa iri menghantui fikiran dan perasaan saya, hati kembali berbunga-bunga, melepas semua sesak hati, iri dan kerinduan akan adam. Bukan karena dihadiahkan sesuatu yang saya irikan, bukan juga karena menemukan seseorang yang menghapus air mata ini.

Entah darimana datangnya, laksana angin yang berlalu, menghampiri, menerpa dan mengusap hati yang keruh menjadi begitu indah. Begitu lembut, membisikkan kata dan nasehat indah yang sangat mujarab. Bisikan tanpa kata-kata, tanpa suara, seketika, tiba-tiba, hati menjadi begitu tenang, berhasil menghapus semua kegelisahan. Kondisi hati yang sangat berlawanan dari apa yang selama ini saya rasa.

Keajaiban rasa itu membuat saya berfikir bahwa tidak penting lagi untuk mengeluh dan menangis. Yang dibutuhkan hanya sebuah senyum, senyum bebas dan penuh kepuasan hati, bukan hanya dibibir, tapi seluruh hati, jiwa dan raga saya berteriak kegirangan. Kegundaan yang selama ini saya rasa, hilang tidak tertinggal. Lantas apa sebenarnya yang membuat saya begitu bergembira? Alasannya sangat sederhana, beberapa hari lagi, orang-orang yang saya cinta dan kagumi akan saya jumpai.

Keluarga sederhana tanpa harta melimpah, tanpa jabatan status social yang tinggi. Ternyata begitu membuat saya bergembira hanya dengan mengingatnya. Orang tua, kakak dan adik yang begitu sempurna, selalu melengkapi apa yang saya butuhkan, bukan dengan hartanya, bukan pula dengan jumlah nominal rupiah yang dikirim, tapi karena kehangatan yang diberi

Kehangatan ini yang selalu membuat saya rindu untuk bercengkrama secara langsung dengan orang-orang yang saya cinta, mereka yang selalu membuat saya tertawa dan sedih karena bahagia, tidak ada cacat dan celah yang begitu berarti. Kesakitan hati yang sering timbul karena kesalahpahaman di keluarga, tidak pernah berujung pada luka yang begitu mendalam.

Sakit hati karena dilarang dan dibantah orang tua, tidak lantas menjadi duri yang berakar. Adanya hanya untuk mempermanis dan mendewasakan saya. Ini membedakan kesetiaan keluarga dengan mereka yang menamakan diri menjadi sahabat, tidak ada sahabat yang setia, selalu akan muncul sisi mementingkan diri sendiri. Saya tidak akan menyinggung masalah kesetiaan seorang teman, bagi saya itu hanya pemanis hidup yang menguji hati dan perasaan untuk lebih kokoh, tidak ada satu hubungan yang seindah dan seimbang, seperti hubungan anggota keluarga keluarga.

Tidak ada komentar: