Laman

Selasa, 25 Januari 2011

Asa

Perasaan sedih ini saya tuliskan sambil mendengar perbincangan politik di metro tv, dengan sayu dan memang tidak saya pusatkan perhatian ke perbincangan itu, terdengar juga inti dari percakapan para pakar komunikasi politik itu. Ah’ dasar politik, memang selalu seperti itu.. ada saja yang membuat jengkel hati dan geleng-geleng kepala. Pancarannya sangat tidak menenangkan, membuat gerah, bahkan, lencengan argumen yang terdengar indah tidak mampu dibenarkan oleh akal dan hati.
Biar politik berjalan dengan arus dan gelombang politiknya, karena hidup bagai dua mata sisi yang selalu berlawanan.

Sore ini, bukan persoalan itu yang memenuhi benak dan hati saya
Rintik-rintik suara hujan seraya mendukung sendu yang dirasa. Musababnya gara-gara buku. Kali ini, satu lagi buku berhasil saya tamatkan, judulnya “Asa, Malaikat Mungilku” sebuah kisah nyata perjalanan anak penderita lupus yang berujung pada kepergiannya.

Sangat kontradiktif memang, pembukaan tulisan ini sedikit menyinggung politik, padahal yang ingin dibahas adalah perjuangan dan kegigihan Asa. Politik dan Asa adalah dua hal yang sangat bertolak belakang, saya sadar itu, aura dan nilai yang diberikan juga sangat berlainan, bak egoisitas dan keikhlasan. Politik di kotak egoisitas sedang Asa di lapangan keikhlasan.

Semacam ada amarah saja dalam hati, disaat baru mulai menuliskan tentang Asa, tiba-tiba mendengar perbincangan politik, judulnya kulau saya tidak salah ingat “kalau SBY mengeluhkan gaji”. Haduh’ presiden masak mengeluh. Coba tengok berapa gajih orang tua Asa, betapa termehek-mehek mereka mencari pinjaman uang untuk biaya berobat Asa, pemasukan mereka hanya seperempat gajih para elit politik!
Oh tidak, mungkin dibawah seperempat gajih presiden, atau mungkin seharga biaya bulanan presiden.

Asa pernah bertanya kepada bundanya, mengapa tidak di bawa lagi ke RS di Jogja, bunda tidak punya uang y? Ini Asa ada uang Rp. 700 ribu, pemberian dari sanak keluarga yang menjenguk. Jika saja presiden mendengar kata-kata agung itu, tegakah berbicara gaji?? Padahal Asa, hanya satu dari sekian banyak anak yang harus berjuang dengan penyakit dan biaya rumah sakit
Biarlah itu menjadi tanggungjawab presiden.

Saya sangat bangga dengan orang tua Asa, dalam kebingungan, dari mana memperoleh uang untuk menetupi biaya RS dan obat, orangtua Asa tidak pernah menyerah dan berhenti ikhtiar untuk kesembuhan anaknya, satu bukti tanggungjawab atas amanah dari sang pencipta yang sangat dijaga. Tidak dengan mengemis, kepada, pemerintah melalui dana sehat, yang seringkali mendahulukan kepentingan birokrasi ketimbang substansi.
Tiba-tiba rasa sayang muncul kepada Asa dan bunda. Padahal belum pernah mengenal, apalagi menatapnya. Betapa tidak, Asa adalah anak yang sangat mengerti arti keikhlasan, tidak hanya mengerti, tetapi menerapkannya sepanjang sakit, padahal ikhlas bagi orang dewasa belum tentu dapat diaplikasikan, ajaibnya Asa mampu, bahkan melebihi orang dewasa.

Keajaiban lain yang dapat meruntuhkan keangkuhan ambisi manusia pada perkara dunia adalah kepergian Asa diiringi proses maha agung yang membuat saya merinding, suara tahlil misterius yang didengar, tapi tidak diketahui dari mana sumbernya. Untuk kemudian di-amini para pelayat berasal dari malaikat.
Ada lagi fenomena agung, berupa datangnya serombongan pemuda tampan yang entah dari mana datangnya mengiri kepergian Asa sampai ke liang kubur dengan kalimat La illaha Illallah.. La illaha Illallah.. La illaha Illallah.. La illaha Illallah.. tanpa henti, baca bagian (Gemuruh Nyanyian Surga)

Terimakasih kepada bunda Asa yang telah menuliskan kisah perjuangan ini kedalam sebuah buku, yang merupakan keinginan Asa sesaat sebelum dia berpulang “Ma, Asa ingin membuat buku”.
Tidak masalah meski selang dua tahun dari kepergian Asa, 2007- 2009 buku ini baru di terbitkan, bukankan proses dan perjuangan menulis buku ini sangat berat, betapa tidak, kejadian manis yang selama ini ingin disimpan rapih dalam hati, secara perlahan harus di buka kembali.

Ah Asa, tahukah kamu, betapa banyak orang yang menangis mendengar cerita mu ini? betapa banyak hati yang terbuka atas keagunganmu untuk selalu mendekatkan diri kepada sang Maha Agung.

Tidak ada komentar: