“Masih balita sudah diajarin
kompetensi” - komentar seseorang
mengenai artikel yang membahasa tentang uji calistung untuk tes masuk SD, tak
benar dan tak wajar!
Masalah ini memang menjadi dilema tersendiri. Satu sisi konsep belajar
anak usia dini adalah bermain sambil belajar. Di sisi lain, kebutuhan akan
kemampuan membaca dan berhitung sangat dibutuhkan. Untuk masuk ke sekolah dasar
ada tahap uji calistung. Inilah yang memunculkan kekhawatiran para wali murid
TK (yang ibu saya kelolah) agar anak
mampu membaca dan berhitung saat di TK. Bagaimana ibu saya memandang ini : yang
kurang dipahami adalah bahwa sekolah adalah tempat ajar mengajar bukan jaminan
kemampuan anak. Sekolah dimulai pukul 08:30 pagi sampai pukul 10:00, itu
artinya hanya ada dua jam waktu belajar dengan guru. Selebihnya 22 jam yang
lain dilalui anak bersama orang tua. Ibu saya ingin mengatakan bahwa harus ada
kerjasama antara sekolah dengan orang tua. Menumpuk perkembangan anak hanya
kepada sekolah, tentu kurang tepat.
Lantas bagaimana solusi ibu saya menghadapi tuntutan wajib calistung
dari wali murid: Kurikulum sekolah tetap dibiarkan seperti itu, anak bermain
sambil belajar. Tidak tega rasanya merampas masa bermain anak dengan mencekoki
baca tulis. Otak anak ada dua, kanan dan kiri, keduanya harus dirangsang secara
balance. Untuk itu dibiakan saja kurikulum berjalan sebagaimana layaknya. Untuk
yang memaksa, diberikan opsi kursus calistung tersendiri. Dan ini ternyata
ditanggapi beragam. Ada yang antusias, ada yang merasa sudah mampu membimbing anaknya baca
tulis secara mandiri, ada juga yang melihat ini sebagai solusi komersial: itu
kan sudah kewajiban sekolah, mengapa dibuat kursus, yang berarti harus bayar
private di luar spp. Untuk yang terakhir sungguh keterlaluan, sekolah tidak
mengambil sedikit pun biaya private itu. Dari wali murid, untuk guru dan untuk
murid, rasanya simbiosismutualisme yang pas, bukan?. Guru mengajar private
kemudian diberi apresiasi, dan murid mendapat kemampuan.
Point terakhir ini tidak perlu difikirkan solusinya, yang bersuara
keras begitu biasanya yang tidak tahu, tidak paham. Nanti saat ia paham, baru
ia memaklumi.
*****
Note: sebenarnya sejak lama saya mendengar kegelisahan ibu saya ini,
mengenai calistung bagi anak TK. Tapi baru periode tahun ajaran 2012, menjelang
tahun ajaran baru ini, dimana lulusan TK, terutama kelas B sudah harus
siap-siap untuk masuk Sekolah Dasar. Saya merasakan betul-betul bagaimana ibu
saya berfikir keras mencari penyelesaian antara keinginan orang tua dan
kebutuhan pertumbuhan anak.
Calistung oh calistung.. kadang ini menjadi ukuran bagus tidaknya sebuah
TK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar