Tadi malam tepatnya pukul 00:35 WIB, film berjudul social network selesai saya tonton. Film yang bercerita bagaimana Mark Zuckerberg penemu facebook menemukan ide, mengembangkan, mendisaign dan meluncurkan thefacebook (nama awal) berawal dari realitas alamiah yang dijalani dan diinginkan kebanyakan orang. Sampai sekarang semenjak peluncurannya tahun 2003, facebook telah berhasil mengantarkan Mark menjadi remaja muda yang kaya raya. Saya percaya hal ini bukan sekedar keberuntungan, mark memiliki keahlian dan pengetahuan yang sangat baik mengenai jaringan komputer, menerobos sistem keamanan situs dari asrama lain dan menjadikannya sebuah awal kepopulerannya. Mark hanya membutuhkan pemantik realitas dan mengambilnya menjadi sebuah prodak baru.
Saya ingin melihat film ini dari sudut yang berbeda, bukan tentang kejeniusan Mark yang telah mengantarnya hidup dalam milyaran dolar. Bagi saya film ini tidak sekedar sejarah perjalana Facebook. Ada satu nilai yang coba saya ambil, tentang bagaimana seharusnya mahasiswa menyandang statusnya dengan benar-benar mendalami ilmu dan menemukan hal-hal baru. Film ini benar membeli satu pencerahan tentang apa yang sedang saya fikirkan belakangan ini. Bahwa kebanyakan mahasisiwa, termasuk saya (dulu) menjalani hari-hari kuliah dengan hanya menjalani kegiatan rutin, mendengarkan, menyelesaikan tugas, membaca referensi sekedar untuk memenuhi kewajiban tugas. Bukan mendalami dan memahaminya dengan betul-betul. Sehingga apa yang diterima, apa yang di dengar dan apa yang dilihat hanya menjadi lalu lintas belaka. Saya dulu, saat masih menjadi mahasiswa semester awal sampai pertengahan, bahkan sampai sekarang di semester penghujung, tidak bersifat mandiri, kesadaran akan esensi kuliah masih begitu rendah. Saya tidak kaya teori, tidak kaya informasi dan tidak kaya bacaan, itu membuat saya menjadi mahasiswa miskin argumen dan miskin pemikiran baru. Padahal, di awal semester saya telah menancapkan target hidup yang begitu tinggi, memikirkan dan menuliskannya dalam sebuah tulisan. Kini saya sadari,ternyata aksi untuk mencapai impian tidak setinggi cita-cita yang telah di pampang.
Telat selalu datang belakangan, rasa membutuhkan terasa di akhir masa kuliah. Baru di saat ini saya merasakan bahwa membaca buku itu sangat penting. Semakin banyak buku yang di baca, semakin kaya pandangan, dan semakin luas cara berpikir. Sayang seribu sayang. Di akhir masa kuliah saya baru mulai mendisplinkan diri untuk rajin membaca. Tapi.. bukankah telat lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar