Laman

Jumat, 04 Juni 2010

Hilang Tumbuh Tenggelam...

Pengalaman silih berganti, tumbuh baru, mati kembali. Yang satu hilang, lain cara datang. Teman pun begitu, satu tiba, kemudian tenggelam, timbul lain orang, hilang lagi jauh memburam, bersama keseimbangan yang tertendang. Kadang, dia yang tak terkira, berubah menjadi teman. Mereka yang tersayang, pindah, jadi yang tak bernilai. Perbedaan diterima hanya diawal, saat bosan, ketidaksamaan menjadi alasan. Sakit hati kini jadi hitungan, membicarakan kekurangan teman kepada banyak orang. Ada yang salah dengan ketidak samaan?? Kamu, mereka dan saya adalah orang yang memiliki pandangan yang berebeda. Hanya saja, kemampuan menerima, itu yang menjadi persoalan. Belum lagi kematangan menyampaikan pertentangan, itu penting untuk dilakukan.

Saya melihat ketidak cocokan sebagai keadaan yang selalu ada, harusnya menyikapi dengan satu penerimaan. Tidak ada perlawanan yang tajam apalagi menghantam, jika tidak sepandang, tampilkan argumen yang menantang bukan hujatan tanpa arang. Buat apa emosi yang memuncah, jika hanya membuat permusuhan yang datang. Adakah hati yang terpecah kembali rapih tanpa tanda patah?? Hati utuh, jika dibanting pecah, tidak lagi menjadi mulus, menjatuhkan orang dengan nada menantang, bisa Menentramkan?? atau justru membangunkan pertahanan?? Ujungnya bertengkar tak berkesudahan. Berbaik disukai semua orang, berjahat dijauhi orang-orang. Pandai menilai, sungguh dilihat tidak mengenakkan, berteori tentang apa yang seharusnya orang lakukan. Tapi lupa, lupa untuk memandang, kedalam diri, sudahkah benar.

Beberapa hari lalu, seorang teman menelepon, mengingatkan saya tentang pribahasa tongkosong nyaring bunyinya. Kami sependapat. Heran, mengapa mengkritisi menjadi kegemaran. Hebat, melulu salah, mengoreksi dengan suara lantang, berfikir negatif dan pesimis. Coba, beri solusi. Tapi, muncul satu fikiran lain cabang, kayanya... penting juga ada poros suka mengkritik, jadi ada yang seru-seru. Teman saya membantah, di balik telephone, jaraknya kiloan meter disana. Yang salah, mereka yang menolak, selalu berdiri diketinggian amarah. Menonjolkan tanggapan dan menjatuhkan lain pendapat. Kadang, yang kalah hanya karena kurang garang, akhirnya memilih diam. Dan mereka menang karena berani menginjak lawan. Etika, adakah dipegang??

Jalan menunjuk saya untuk mendekat kepadanya, kepada mereka yang tak senilai. Ini yang diawal saya bilang, teman yang tak disangka, datang, mendekat dan memandang. Karenanya, saya siap dengan semua keyakinan yang saya pegang, dengan cara pandang saya menilai dan mencerai ketidak nyamanan hati. Meletakkannya jauh di awang-awang. Berdampingan dengannya untuk satu misi, lihatlah misi itu, jangan lirik hal menyebalkan, yang dirasa berlebih-lebihan. Buang saja, terima kemungkinan tidak mengenakkan sebelum dia datang. Dan jadinya, siap dengan perubahan awan yang mungkin datang, awan cerah ke mendung kemudian badai. Perasaan yang diserang jadi tenang, karena sadar bahwa ini akan become.

Tidak ada komentar: