“Hemat Pangkal Kaya”, begitu
pepatah bijak yang sering digaungkan oleh orang tua. Kemudian muncul
tandingannya, adagium: “boros itu membantu pertumbuhan ekonomi”, kalau tidak
ada yang belanja bagaimana nasib pedagang? gimana nasib pabrik? (begitu kata blog
dahlan iskan) :)
Mario teguh menasehati: gerakan
menghemat kalau bisa jangan terlalu lama, karena penghematan menunjukkan pendapatan yang
pas-pasan. Tanda-tandanya: pengeluaran harus ditimbang-timbang, dahulukan
kebutuhan pokok, lengkapi kebutuhan yang urgent, kalau masih ada sisah baru
boleh untuk yang lain, atau malah tidak usah membeli sekalian, sisanya ditabung saja.
Boleh saja kita berdoa siang
malam supaya Tuhan jangan memberi cobaan kita untuk berhemat. Terlepas dari itu,
bukan berarti pengaturan keuangan diabaikan. Saya katakana ini karena saya
sedang dalam keadaan sadar dan tercerahkan akan pentingnya menabung.
Saya menabung dengan gaya
konvensional, menggunakan celengan.
Setiap hari saya berkeimanan
harus menabung sekian rupiah sesuai standar yang saya tetapkan sendiri. Saya
sadar menabung itu penting sebagai pegangan.
Saya memililki beberapa planning jangka panjang, yang kesemuanya berkaitan dengan rupiah, untuk itu menabung sangatlah bermanfaat.
Saya memililki beberapa planning jangka panjang, yang kesemuanya berkaitan dengan rupiah, untuk itu menabung sangatlah bermanfaat.
Celengan pertama saya sangat konvensional
sesuai gaya menabung saya yang konvensional, yaitu celengan dengan bentuk
seperti dibawah ini: - warnanya merah.
Akibat teori ‘sedikit demi
sedikit lama-lama menjadi bukit’ saya
harus memikirkan celengan kedua.
Saya putuskan untuk segera menambah armada
celengan. Akhirnya saya titip dibelikan dengan sodara saya.
Ekspektasi saya saat itu adalah celengan
kedua saya akan serupa dengan yang pertama. Dan ternyata ia berbeda.
Sungguh-sungguh beda, baik rupa dan opsi yang ditawarkan. Jika yang pertama
memaksa saya untuk bersabar, karena jumlah uang yang saya masukkan tidak akan
bisa saya lihat kecuali saya sobek celengannya. Untuk Yang kedua ini penampilannya
cukup eksklusif, bahannya juga beda, bukan dari plastik biasa tetapi plastik
kaca. Tidak mungkin saya sobek-sobek.
Terlalu imut..!
Karena tidak memungkinkan untuk
disobek. Si celengan sadar diri, ia menyiapkan saluran ‘pembuangan’ transparan yang bisa dibuka - tutup di bagian bawah,
seperti ini :
Maksud saya: celengan kedua
kurang mendukung gerakan menghemat saya. Bayangkan, bagai punuk merindu bulan,
orang yang menabung dengan celengan biasanya berdebar-debar hatinya,
berharap-harap waktu berjalan cepat, sehingga hari dimana uang tidak bisa
dimasukkan lagi, itu datang. Karena artinya celengan sudah siap dipetik/disobek
untuk dihitung jumlahnya.
Nah... kalo model celengannya
seperti inii.. apa iya iman saya kuat untuk tidak membuka saluran pembungan
yang transparan itu??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar