Laman

Rabu, 30 Desember 2009

Sang hamba ini sedang iri...

Seorang bijak berkata: Yang Kuasa memberikan hambanya apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan, meski terkadang nampak tidak adil, justru inilah yang terbaik bagi seorang hamba.

Apa yang sang hamba inginkan hanya apa yang menjadi nafsu sang hamba. Keinginan biasanya muncul sekedar memenuhi kebutuhan emosional, bukan mutlak karena kebutuhan dan manfaat yang memberi satu alasan penting

Sang hamba ini mengeluh, saat Yang Kuasa memberi hamba lain sesuatu yang sang hamba tidak dapatkan. Sang hamba berteriak, berdoa dan mempertanyakan, mengapa ini tidak adil bagi sang hamba??

Pertanyaan yang jawabannya sang hamba sudah tahu. Kali ini sang hamba hanya sedang iri. Iri kerika apa yang diinginkan justru di beri Yang Maha Kuasa kepada hamba lain. Secara rasional, sang hamba melihat ini masalah kelebihan ringan, bukan satu perjalanan hidup penting yang harus diirikan dengan sangat.

Meski sang hamba menerima pemberian yang nampak tidak adil, rasa iri yang setitik tidak bisa di biarkan membeku dalam hati. Diendapkan akan membuat beban hati sang hamba semakin memberat

Sang hamba terus berusaha menjernihkan fikiran, menentramkan hati, dengan hati yang sesungguhnya terus merasa sesak, berfikir dan mencoba menerka hikmah yang ada di balik ini. Bisik hati sang hamba “ y Allah.. yang maha kuasa, Pencipta dan penguasa alam semesta, yang memberi segala kenikmatan di bumi, sang hamba memohon, beri kekutan hati untuk menjaga iman hamba, mengokohkan hati untuk selalu bersyukur atas semua nikmat yang Maha Kuasa berikan, jangan jadikan masalah ini jurang pemisah bagi hamba untuk bersyukur atas semua nikmat yang telah Engkau berikan”

Kemudian ketika sang hamba kembali untuk membuka mata, satu kekuatan besar muncul: kekuatan hati dan pemikiran sang hambar. Pemberian materi di bumi, bukan satu-satunya kunci yang membuat hidup menjadi indah dan bermakna. Kini, dimalam ini, ketika mahatahi sedang menyinari belahan bumi lain, matatahari di hati sang hamba sedang bersinar hangat, menyinari, menerangi, mempermudah sang hamba untuk melihat mana yang baik dan mana noda hati yang harus di lepas pergi.

Kamis, 24 Desember 2009

Berikan saya lelaki yang terbaik .....

Banyak seni yang lahir dari pengalaman cinta. Lirik lagu, seni puisi sampai obrolan anak remaja tentang cinta, dulu saya mengacuhkan topic cinta, melaluinya tanpa menoleh, melihatnya tanpa ada hasrat untuk mengalami. Bagi saya cinta tidak untuk di fikirkan, cinta tidak untuk di diskusikan. Biar dia datang di waktunya, waktu yang saya tidak tahu kapan dan dimana. Kepercayaan ini yang membuat saya menganggap meski sampai sekarang tidak ada yang datang menghampiri, saya tidak menjadikannya satu masalah besar yang harus dikhawatirkan.

Saya tidak berteriak lantang menyuarakan cinta, meski saya tidak banyak memperdulikan cinta, saya masih tetap saya, seorang wanita yang tidak lepas dari sifat alaminya. Hari ini selepas kuliah, ada jedah waktu sekitar setengah jam sebelum masuk ke kuliah berikutnya, ada teman yang minta ditunggu dan akhirnya saya dan dua teman yang kebetulan keluar kuliah bareng, bertiga, duduk di lobby kampus, sambil menunggu teman

Siang hari biasanya lobby kampus sepi, ditemani angin sepoy, tanpa di minta, teman saya mulai bercerita mengenai statusnya yang baru, status single menjadi berpacaran. Sedang saya seperti biasa menjadi pendengar setia, mereka asik berbincang berbagi kisah dan pandangan tentang perlunya memperkenalkan pacar kepada keluarga.

Saya sibuk sendiri, sibuk mengistirahatkan fikiran dan badan saya, menyederhanakan beban yang sedang saya emban, merebahkan bahu di kursi panjang dan memejamkan mata untuk istirahat. Biarkan mereka asik berbincang, saya memilih diam, diam sambil menikmati suasana sepi dan semilir angin menyentuh kulit muka, lembut. Terdengar sesekali nama saya disebut, disebut karena diojok masih setia dengan kesendirian, saya balas dengan senyuman tulus, karena memang nyata, sampai sekarang saya masih belum merubah status single saya. Candaan mau menjodohkan menyertai guyunonan mereka siang ini.

Awalnya saya tidak peduli, namun sekilas, beberapa menit ketika saya benar-benar tidak sedang berfikir, ketika fikiran dan hati saya rehat karena suasana tenang ditemani terpaan angin, untuk pertama kalinya saya merasa butuh, saya mulai berfikir mengenai obrolan teman saya, tentang cinta. Selama ini hati saya tidak pernah saya bagi untuk seseorang, fikiran saya belum pernah saya habiskan untuk memikirkan orang tercinta.

Perasaan saya menjadi kering, menyadari bahwa saya belum pernah memberi kasih dan sayang untuk seseorang. Ketika apa yang saya kerjakan mendapat apresiasi, saya merayakan dengan makan sepuasnya. Beli sendiri, makan sendiri, hanya untuk saya, tidak ada dia, teman untuk saya berbagi makanan ini.

Ketika letih dan kecewa, saya menghadapinya sendiri, mencoba mengatur hati dan menatanya untuk kembali normal. Saya menangis sendiri, berusaha menghibur diri sendiri, tidur, nonton, ngenet, dan curhat. Tidak ada dia seseorang yang bisa saya pamerkan air mata ini tanda saya sedang bersedih.

Sampai nanti, ketika waktu itu datang, ketika seseorang dengan karismatiknya menghampiri saya di persimpangan hidup, mengulurkan tangan, memberi nasehat dan dorongan untuk saya, saat itu juga saya berdoa, berikan dia teruntuk saya y Allah…

Senin, 14 Desember 2009

What happen next in my future??

Seperti apa masa depan?? semuanya masih misteri. Namun, masa depan bisa dilihat dengan harapan dan impian. Seperti mengarang dalam ingatan, mudah saja bagi otak untuk merancang kehidupan yang akan datang, membayangkan kemudian membuat skrip. Dalam satu jam draf massa depan sudah bisa di print out. Hidup sukses, dengan pekerjaan yang diinginkan, materi yang mencukupi, matang emosional dan spiritual, menjadi orang yang bermanfaat karena ilmu, menjelajah dunia karena pengetahuan


Nyatanya, kehidupan tidak semudah bayangan. Harapan dan impian tidak gampang untuk didapat. Ada banyak peluh yang harus dikeluarkan untuk mendapat kesuksesan. Malam ini, ketika rasa ngantuk tidak bisa membuat mata terpejam, menyadarkan saya akan peristiwa penting dua puluh satu tahun yang lalu, ketika si mala ini lahir untuk pertama kalinya, belajar menghirup udara di bumi. Menangis merasakan alam yang baru. Tanpa tahu apa dan siapa dirinya.

Kelamaan, waktu terus mengajari bayi mungil itu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, lingkungan di mana sekelilingnya banyak orang. Otak si bayi mulai dimasuki memori tentang keahlian hidup yang harus dimiliki. Kosakatan dan perkenalan nama menjadi pelajaran pertama yang diterima. Seperti chep, otak merekam semua, apa yang didengar dan apa yang dilihat. Mengenali sekitar dan belajar dari hal-hal yang dilarang dan dibolehkan orang tua

Ketika hari mulai menjauh dari hari kelahiran, ketika si bayi mulai beranjak menjadi seorang wanita dewasa. Program hidup mulai terancang sesuai keinginannya, bukan lagi ajaran dan pengaruh orang lain yang dipakai. Belajr dari apa yang saya lihat, saya rasakan dan saya anggap yang terbaik untuk saya, hal itu membentuk saya menjadi wanita yang ambisi dan bertanggungjawab terhadap rencana hidup. Masa depan saya, sudah terancang hari ini, apa yang saya inginkan sudah terdoa dalam hati. Hanya implementasinya yang saya tidak tahu, apakah kelak sesuai dengan rencana, atau malah membawa saya pada satu perjalanan hidup yang lainnya. Entahlah, apa yang terjadi berikutnya di masa depan, semua masih misteri

Minggu, 06 Desember 2009

Mari Perhatikan...

Berjalan sepanjang malioboro, ada hal yang terkadang terlewatkan. Kebanyakan orang datang kemudian sibuk dengan kebutuhannya masing-masing. Padahal jika sedikit saja menoleh dan berhenti sejenak untuk memperhatikan, tersimpan banyak kejadian yang bisa mematangkan emosi untuk bijak menjalani hidup


Tengok keluar di pintu-pintu mall, beberapa wajah letih, terus berusaha menawarkan jasanya, demi mengumpulkan selembar uang lima ribuan.Di pinggir jalan, wajah-wajah gosong karena sinar matahari dan tubuh kurus dibalut pakaian berwarna orange, sibuk merapihkan deretan kendaraan.

Sepanjang lorong malioboro, pedagang dagadu dan souvenir memperhatikan setiap pengunjung yang lewat, dengan harapan ada yang membeli dagangannya. Sesosok wanita tua yang mulai beruban, berkebaya dan berkalungkan selendang yang biasa digunakan untuk menggendong bawaan, duduk menanti dengan wajah penuh harap, wajah yang menunjukkan kekhawatiran “berapa dagangan yang akan terjual hari ini, berapa rupiah yang akan dibawa pulang”

Dikejauhan terlihat seorang bapak, duduk lesehan memainkan angklung dengan kaleng yang dijadikan wadah untuk mengumpulkan uang, di depannya. Sambil tertunduk dan mata yang terpejam karena cacat. Setiap alunan lagu dibawakan dengan satu impian, agar wadah kalengnya terisi uang. Saya masih teringat betul wajah itu, wajah yang sudah letih untuk mengeluh

Di sisi lain, di kedalaman mall, suasana, sudah tidak memungkinkan lagi untuk berempati dengan orang yang berada di dalamnya. Perhatikan wajah orang-orang borju yang sibuk memilih barang mahal untuk kesenanganya. Badan gemuk, wajah bersih, wangi parfum harga ratusan ribu.

Mahasiswa, si penerima uang bulanan secara cuma-cuma, berseliweran di rak-rak sepatu, sibuk mencoba, memilih dan mempertimbangkan harga. Di tempat makan cepat saji, sepasang suami istri sedang sibuk membujuk anaknya untuk makan. Entah karena si istri tidak bisa masak atau bosan dengan menu rumahan akhirnya sekeluarga makan di tempat yang lebih mahal, dibanding makan dirumah dengan menu yang sama

Hidup memang mengharuskan keadaan tidak seimbang, sang Maha Kuasa sudah mengatur semuanya berpasang-pasangan, ada kaya ada miskin, ada mudah ada susah, ada bahagia ada sengsara. Perbedaan ini, bagi saya, sebagai alarm disaat saya mulai khilaf untuk bersyukur, selalu kurang dan ingin materi yang lebih. Padahal kesempatan yang saya jalani jauh lebih beruntung.

Berkat sedikit menoleh untuk melihat ke sekitar, saya memahami perjuangan bapak tukang becak, bapak parkir, bapak pengamen dan mbah pedagang buah. Mereka menyadarkan saya untuk terus berjuang mencapai cita-cita, rasa letih yang sering saya keluhkan, tidak berarti apa-apa dibanding usaha mereka.