Laman

Kamis, 25 September 2008

Kekuatan Besar dari Sebuah Blog

Dua bulan sudah blog pribadi ku terisi dengan segala apa yang aku rasakan dan fikirkan. Menuangkan semua keluh kesah perjalanan hidup yang masih terasa jauh untuk mengerti arti kedewasaan. menulis di blog menjadi kegemaran baru dalam dua bulan belakangan ini. Aku hanya nyaman, tidak ada lagi teman yang aku rampas waktunya untuk sekedar mendengarkan semua yang kurasakan. Yang terkadang mereka menyimak hanya karena sungkan jika menolak. Belum lagi mimik muka yang jenuh mendengarkan sederet kata kegundaan hati. Dengan blog, aku bebas menyuarakan rasa, tanpa batasan. Kapan pun, di mana pun, asal aku mau

Mengukir perasaan bahagia, gunda, bingung, sedih dalam tulisan ternyata memberikan dorongan baru untuk lebih arif menjalani hidup. Itu sungguh ada aku rasakan. Dengan menceritakan semuanya sendiri (hanya dengan kata-kata), aku lebih merasakan setiap nafas kejadian yang di alami. Lebih mudah bagiku menemukan mutiara hikmah dari setiap kejadian. Semua terfokus hanya pada persepsiku. Tidak ada tanggapan orang lain yang terkadang memberi kegamangan dalam memandang masalah, menciptakan satu persepsi yang menguatkan pandangan buruk tentang perjalanan ini. Semua rasa mengalir dengan anggunnya. Tanpa ada arus yang membelokkan dengan paksa

Di sela-sela menulis blog, aku juga gemar melancong untuk membaca blog dari mereka yang memberi banyak pelajaran. Kebijaksanaan tentang hidup, mungkin lebih banyak aku temukan dari membaca blog beliau-beliau yang lebih dahulu mengerti arti kedewasaan. perasaan yang dirasakan dan dengan apa memaknai hidup. Blog ini mungkin masih sangat tidak enak untuk dibaca, tatanan bahasa dan penggunaannya terkadang masih jauh dari kenyamanan pembacanya. Tapi, inilah kekuatan besar yang secara langsung mengajarkan aku untuk belajar menuangkan perasaan dengan menuliskannya. Memahami setiap kejadian dengan kata-kata. Belajar tentang hidup melalui kata-kata. Hari ini dan seterusnya, tanpa batas waktu, selama situs ini masih digunakan. Aku akan tetap menorehkan perjalanan dengan untaian kata.

Selasa, 23 September 2008

seperempat malam

Bangun di seperempat malam ini memang sudah di rencanakan dari ba'da maghrib. itu pun bukan lahir dari keinginan pribadi. Ayah mengajak kami sekeluarga untuk sholat taraweh berjama'ah. Awalnya aku sempat protes. Gimana gak, sholat tengah malam 23 rokaat yang ada cuma ngantuk Ugh..... ngebayanginnya aja udah buat emosi.

Protes gak membuahkan hasil, sholat taraweh tetap dilaksanakan nanti malam, Yaahhhh...

Jam 01.15 WIB kami sudah dibangunkan. Biasanya masih di kamar, kali ini jam segini sudah pindah tempat ke langgar kecil di belakang rumah. Sebelum sholat dimulai, aku ingin sendiri, sejenak meredam emosi karena harus berjuang melawan kantuk. Berdiri memandang sekitar: pohon manggah, rambutan dan duren yang sengaja di tanam di sisa-sisa halaman belakang. Sesekali memandang langit.

Beginilah rupanya malam di saat Allah membuka pintu langit bagi hamba-Nya yang meminta di seperempat malam. Tidak ada lagi kebisingan siang. Langit cerah berhiaskan bintang, dedaunan layu, merunduk, seraya bertasbih kepada sang empunya kuasa. Siapapun dia, sang profesor kah, doktor kah, atau raja sekali pun? dalam sujud malam semua sama. Merengek, mengadu, mengeluh dan meminta.

Sabtu, 20 September 2008

Pelinpelan

gak ada kesibukan bikin hidup jadi bosen. banyak kesibukan kadang-kadang juga bosen. jadi harus bagaimana??

Rabu, 17 September 2008

ini semua tentang kita

Adalah kita, pelenong di bumi Republik Indonesia

semua yang terjadi di sini, yo lakon dari pentas kehidupan


pentas kehidupan yang terasa sangat nyata

panggung ini semakin tua, semakin tua semakin liar

liar karena kita



Minggu, 14 September 2008

Buku yang menarik

13 September 2008, pagi hari di bulan ramadhan, dengan suasana jalan yang selalu riweh. Numpa patas AC 05 jurusan Bekasi - Blok M, tujuan jalan-jalan sambil cari buku. Buku dengan judul Seandainya Saya Wartawan Tempo. Salah satu buku yang direkomendasikan mba Nenden. Berhari-hari udah niatan beli buku itu,tapi belum kesampean. Akhirnya tanggal 13, bersyukur hati ini kuat untuk membeli buku. bukan malas untuk membacanya. tapi mumet ngebayangin perjalanan mencari buku. Tau sendiri gimana rasanya pake angkot di jalan super nyebelin. Macet, serabat serobot, polusi, bising - semua berebut ingin mendapat jalan yang terbaik. belum lagi angkot yang berhenti sesuka sopirnya, kelakson dadakan menyeruak menendang-nendang gendang telinga. Huuuaa...... - setelah kurang lebih satu jam perjalanan sambil berdiri, dapet juga buku yang di cari.

Malamnya setelah perjalanan yang melelahkan, bukan hanya lelah raga tapi juga jiwa, nahan sabar. sambil tiduran, ku buka halaman pengantar dengan penasaran, hal menarik apa yang akan aku temui di buku ini. gak pake membaca puluhan baris kalimat untuk menemukan pengetahuan, di awal kalimat di pengantar, membacanya sudah membuatku mengangguk-ngangguk. Begini tulisannya "Setiap tempat kerja adalah juga sebuah tempat belajar. Di mana saja." Lead yang TOP, aku pun merekam kalimat itu dalam ingatan

lembar demi lembar menambah jumlah halaman yang sudah di baca. sampai gak terasa tidur menghampiri. akhirnya aku mengerti sekarang mengapa mba Nenden merekomendasikan buku ini. sungguh buku yang luar biasa bagi aku yang masih teramat sangat dhoif dalam tulis menulis. Di sajikan dengan bahasa yang menarik, tidak membosankan, gak bertele-tele. ringan penuh pengetahuan. aku tahu sekarang secara teori bagaimana menyajikan berita dari pemandangan yang sudah ribuan kali kita lihat menjadi sebuah bacaan yang menarik dan layak disajikan dan penting. Dari sekian luasnya materi, sudut mana yang paling efektif untuk melakukan penulisan, yang aku tahu sekarang setelah membaca buku ini, pendekatan itu disebut story angle (segi cerita)

segi teori sudah ku dapat dari buku ini, tinggal bagaimana, sejauhmana aku belajar untuk menerapkan teori kedalam bukti nyata, kedalam sebuah tulisan. Masih butuh kerja keras dan pembiasaan. Dorongan dan penyemangat dari dalam dan luar diri ini, sangat banyak aku butuhkan. agar sampai saatnya nanti aku menjadi orang yang bahagia, bahagia karena kerja keras yang ditanam bisa ku tuai.

Senin, 08 September 2008

Tukang Parkir

“mereka hanya menjaga barang titipan, tapi mereka menjaganya dengan sepenuh hati. Tak peduli mobil butut atau milyaran harganya. Saat mobil mau pergi, mereka menunjukkan jalan terbaik untuk dilalui”.

Hal sepele yang terkadang sering kita abaikan. Memberi seribu rupiah saja, kadang kurang ikhlas. Mengucap terimakasih, sering terlewatkan. Padahal tanpa mereka, kita tidak bisa leluasa bekerja, berbelanja dan bersantai. Untuk sekedar memberi senyuman saja kadang kita gengsi, apalagi menyapa dan menanyakan kabar. Secara status sosial dan ekonomi bpk tukang parkir memang tidak seberuntung pemilik kendaraan pribadi. Tapi pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang hanya itulah kesempatan bekerja yang dapat mereka lakukan, walaupuun.. ku yakin mereka menginginkan pekerjaan yang dapat mengangkat status sosial mereka dan mendatangkan banyak rezeki.

Menjadi tukang parkir jauh lebih bermartabat dari pengemis yang meminta-minta dan jauh lebih baik dari sekedar menjadi orang yang bekerja sebagai pencuri.

Kita gak bisa terlepas dari bantuan orang lain, termasuk jasa tukang parkir. Satu senyuman dan ucapan trimakasih kepada mereka akan menjadikan mereka lebih merasa di inginkan dan di hargai keberadaannya. Yang membedakan si kaya dan si miskin hanya status, gk lebih. Itupun hanya status di dunia. di akhirat?! belum tentu si miskin tetap menjadi miskin.

Teringat kata-kata indah kahlil gibran

”pakaianmu yang paling bersinar adalah hasil tenunan orang lain, makananmu yang paling lezat adalah yang kamu makan di atas meja orang lain, tempat tidurmu yang paling nyaman adalah di rumah orang lain. Sekarang beritahukanlah kepadaku bagaimana kamu dapat memisahkan diri dari orang lain??”

Maka, tersenyumlah dan berterimakasihlah kepada bapak tukang parkir, jangan karena perbedaan status sosial dan ekonomi kita menjadi pelit mengucap kata terimakasih. Satu lagi kata mutiara indah dari kahlil gibran ”jika hatimu adalah sebuah gunung berapi, bagaimana kamu berharap bunga-bunga akan bersemi di tanganmu?”

Senin, 01 September 2008

teman vs cuek

hal apa yang paling menyebalkan??? jawabannya mungkin di cuekin' siapa yang paling dekat bersama kita disaat kita di luar rumah?? jawabannya mungkin teman. - cuek dan teman. 6 tahun di sekolah khusus putri, puluhan teman seangkatan layaknya keluarga sendiri dari pagi sampai sore seluruh kegiatan sekolah di lalui bersama. kita memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. sekolah dan belajar. mungkin karena kesamaan inilah kebersamaan antara aku dan teman-teman sangat terasa.

selepas kebersamaan di sekolah. pergaulan yang mulai meluas dan menghadapi berbagai culture teman dan gaya hidup yang berbeda. nampaknya kebersamaan itu tak lagi dikenang. kumpulan alumni seolah menghadapi orang-orang asing. mata hanya menatap tidak ada teguran. y Tuhan...

mereka sibuk masing2, tidak ada kebersamaan yang ada malah kesibukan masing2 kelompok.. kini ku sadar manusia lebih cenderung bersikap subyektif dalam menghadapi obyek. lebih cenderung memilih teman yang mereka anggap memiliki kesamaan dan merasa nyaman. gak ada yang salah untuk itu, namun arogansi kelompok dalam sebuah acara alumni sekolah nampaknya bukan hal yang tepat. terkadang aku sendiri merasa malu, malu.. jika menyapa teman tapi hanya ada tatapan mata. tidak ada senyum, tidak ada jabatan tangan.

positif thingking aja deh... setiap teman datang dari budaya dan didikan keluarga yang berbeda. jadi mungkin itulah yang mereka pelajari dari kehidupan sekitar mereka.. walaupun gak bagus dan bikin hati dongkol di cuekin. jangan bikin ikut-ikutan, walaupun sendirian jadi orang yang sapa sana-sini waktu reonian, yang penting menjadi satu orang yang peduli dari seribu orang yang tidak peduli.