Laman

Rabu, 30 Desember 2009

Sang hamba ini sedang iri...

Seorang bijak berkata: Yang Kuasa memberikan hambanya apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan, meski terkadang nampak tidak adil, justru inilah yang terbaik bagi seorang hamba.

Apa yang sang hamba inginkan hanya apa yang menjadi nafsu sang hamba. Keinginan biasanya muncul sekedar memenuhi kebutuhan emosional, bukan mutlak karena kebutuhan dan manfaat yang memberi satu alasan penting

Sang hamba ini mengeluh, saat Yang Kuasa memberi hamba lain sesuatu yang sang hamba tidak dapatkan. Sang hamba berteriak, berdoa dan mempertanyakan, mengapa ini tidak adil bagi sang hamba??

Pertanyaan yang jawabannya sang hamba sudah tahu. Kali ini sang hamba hanya sedang iri. Iri kerika apa yang diinginkan justru di beri Yang Maha Kuasa kepada hamba lain. Secara rasional, sang hamba melihat ini masalah kelebihan ringan, bukan satu perjalanan hidup penting yang harus diirikan dengan sangat.

Meski sang hamba menerima pemberian yang nampak tidak adil, rasa iri yang setitik tidak bisa di biarkan membeku dalam hati. Diendapkan akan membuat beban hati sang hamba semakin memberat

Sang hamba terus berusaha menjernihkan fikiran, menentramkan hati, dengan hati yang sesungguhnya terus merasa sesak, berfikir dan mencoba menerka hikmah yang ada di balik ini. Bisik hati sang hamba “ y Allah.. yang maha kuasa, Pencipta dan penguasa alam semesta, yang memberi segala kenikmatan di bumi, sang hamba memohon, beri kekutan hati untuk menjaga iman hamba, mengokohkan hati untuk selalu bersyukur atas semua nikmat yang Maha Kuasa berikan, jangan jadikan masalah ini jurang pemisah bagi hamba untuk bersyukur atas semua nikmat yang telah Engkau berikan”

Kemudian ketika sang hamba kembali untuk membuka mata, satu kekuatan besar muncul: kekuatan hati dan pemikiran sang hambar. Pemberian materi di bumi, bukan satu-satunya kunci yang membuat hidup menjadi indah dan bermakna. Kini, dimalam ini, ketika mahatahi sedang menyinari belahan bumi lain, matatahari di hati sang hamba sedang bersinar hangat, menyinari, menerangi, mempermudah sang hamba untuk melihat mana yang baik dan mana noda hati yang harus di lepas pergi.

Kamis, 24 Desember 2009

Berikan saya lelaki yang terbaik .....

Banyak seni yang lahir dari pengalaman cinta. Lirik lagu, seni puisi sampai obrolan anak remaja tentang cinta, dulu saya mengacuhkan topic cinta, melaluinya tanpa menoleh, melihatnya tanpa ada hasrat untuk mengalami. Bagi saya cinta tidak untuk di fikirkan, cinta tidak untuk di diskusikan. Biar dia datang di waktunya, waktu yang saya tidak tahu kapan dan dimana. Kepercayaan ini yang membuat saya menganggap meski sampai sekarang tidak ada yang datang menghampiri, saya tidak menjadikannya satu masalah besar yang harus dikhawatirkan.

Saya tidak berteriak lantang menyuarakan cinta, meski saya tidak banyak memperdulikan cinta, saya masih tetap saya, seorang wanita yang tidak lepas dari sifat alaminya. Hari ini selepas kuliah, ada jedah waktu sekitar setengah jam sebelum masuk ke kuliah berikutnya, ada teman yang minta ditunggu dan akhirnya saya dan dua teman yang kebetulan keluar kuliah bareng, bertiga, duduk di lobby kampus, sambil menunggu teman

Siang hari biasanya lobby kampus sepi, ditemani angin sepoy, tanpa di minta, teman saya mulai bercerita mengenai statusnya yang baru, status single menjadi berpacaran. Sedang saya seperti biasa menjadi pendengar setia, mereka asik berbincang berbagi kisah dan pandangan tentang perlunya memperkenalkan pacar kepada keluarga.

Saya sibuk sendiri, sibuk mengistirahatkan fikiran dan badan saya, menyederhanakan beban yang sedang saya emban, merebahkan bahu di kursi panjang dan memejamkan mata untuk istirahat. Biarkan mereka asik berbincang, saya memilih diam, diam sambil menikmati suasana sepi dan semilir angin menyentuh kulit muka, lembut. Terdengar sesekali nama saya disebut, disebut karena diojok masih setia dengan kesendirian, saya balas dengan senyuman tulus, karena memang nyata, sampai sekarang saya masih belum merubah status single saya. Candaan mau menjodohkan menyertai guyunonan mereka siang ini.

Awalnya saya tidak peduli, namun sekilas, beberapa menit ketika saya benar-benar tidak sedang berfikir, ketika fikiran dan hati saya rehat karena suasana tenang ditemani terpaan angin, untuk pertama kalinya saya merasa butuh, saya mulai berfikir mengenai obrolan teman saya, tentang cinta. Selama ini hati saya tidak pernah saya bagi untuk seseorang, fikiran saya belum pernah saya habiskan untuk memikirkan orang tercinta.

Perasaan saya menjadi kering, menyadari bahwa saya belum pernah memberi kasih dan sayang untuk seseorang. Ketika apa yang saya kerjakan mendapat apresiasi, saya merayakan dengan makan sepuasnya. Beli sendiri, makan sendiri, hanya untuk saya, tidak ada dia, teman untuk saya berbagi makanan ini.

Ketika letih dan kecewa, saya menghadapinya sendiri, mencoba mengatur hati dan menatanya untuk kembali normal. Saya menangis sendiri, berusaha menghibur diri sendiri, tidur, nonton, ngenet, dan curhat. Tidak ada dia seseorang yang bisa saya pamerkan air mata ini tanda saya sedang bersedih.

Sampai nanti, ketika waktu itu datang, ketika seseorang dengan karismatiknya menghampiri saya di persimpangan hidup, mengulurkan tangan, memberi nasehat dan dorongan untuk saya, saat itu juga saya berdoa, berikan dia teruntuk saya y Allah…

Senin, 14 Desember 2009

What happen next in my future??

Seperti apa masa depan?? semuanya masih misteri. Namun, masa depan bisa dilihat dengan harapan dan impian. Seperti mengarang dalam ingatan, mudah saja bagi otak untuk merancang kehidupan yang akan datang, membayangkan kemudian membuat skrip. Dalam satu jam draf massa depan sudah bisa di print out. Hidup sukses, dengan pekerjaan yang diinginkan, materi yang mencukupi, matang emosional dan spiritual, menjadi orang yang bermanfaat karena ilmu, menjelajah dunia karena pengetahuan


Nyatanya, kehidupan tidak semudah bayangan. Harapan dan impian tidak gampang untuk didapat. Ada banyak peluh yang harus dikeluarkan untuk mendapat kesuksesan. Malam ini, ketika rasa ngantuk tidak bisa membuat mata terpejam, menyadarkan saya akan peristiwa penting dua puluh satu tahun yang lalu, ketika si mala ini lahir untuk pertama kalinya, belajar menghirup udara di bumi. Menangis merasakan alam yang baru. Tanpa tahu apa dan siapa dirinya.

Kelamaan, waktu terus mengajari bayi mungil itu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, lingkungan di mana sekelilingnya banyak orang. Otak si bayi mulai dimasuki memori tentang keahlian hidup yang harus dimiliki. Kosakatan dan perkenalan nama menjadi pelajaran pertama yang diterima. Seperti chep, otak merekam semua, apa yang didengar dan apa yang dilihat. Mengenali sekitar dan belajar dari hal-hal yang dilarang dan dibolehkan orang tua

Ketika hari mulai menjauh dari hari kelahiran, ketika si bayi mulai beranjak menjadi seorang wanita dewasa. Program hidup mulai terancang sesuai keinginannya, bukan lagi ajaran dan pengaruh orang lain yang dipakai. Belajr dari apa yang saya lihat, saya rasakan dan saya anggap yang terbaik untuk saya, hal itu membentuk saya menjadi wanita yang ambisi dan bertanggungjawab terhadap rencana hidup. Masa depan saya, sudah terancang hari ini, apa yang saya inginkan sudah terdoa dalam hati. Hanya implementasinya yang saya tidak tahu, apakah kelak sesuai dengan rencana, atau malah membawa saya pada satu perjalanan hidup yang lainnya. Entahlah, apa yang terjadi berikutnya di masa depan, semua masih misteri

Minggu, 06 Desember 2009

Mari Perhatikan...

Berjalan sepanjang malioboro, ada hal yang terkadang terlewatkan. Kebanyakan orang datang kemudian sibuk dengan kebutuhannya masing-masing. Padahal jika sedikit saja menoleh dan berhenti sejenak untuk memperhatikan, tersimpan banyak kejadian yang bisa mematangkan emosi untuk bijak menjalani hidup


Tengok keluar di pintu-pintu mall, beberapa wajah letih, terus berusaha menawarkan jasanya, demi mengumpulkan selembar uang lima ribuan.Di pinggir jalan, wajah-wajah gosong karena sinar matahari dan tubuh kurus dibalut pakaian berwarna orange, sibuk merapihkan deretan kendaraan.

Sepanjang lorong malioboro, pedagang dagadu dan souvenir memperhatikan setiap pengunjung yang lewat, dengan harapan ada yang membeli dagangannya. Sesosok wanita tua yang mulai beruban, berkebaya dan berkalungkan selendang yang biasa digunakan untuk menggendong bawaan, duduk menanti dengan wajah penuh harap, wajah yang menunjukkan kekhawatiran “berapa dagangan yang akan terjual hari ini, berapa rupiah yang akan dibawa pulang”

Dikejauhan terlihat seorang bapak, duduk lesehan memainkan angklung dengan kaleng yang dijadikan wadah untuk mengumpulkan uang, di depannya. Sambil tertunduk dan mata yang terpejam karena cacat. Setiap alunan lagu dibawakan dengan satu impian, agar wadah kalengnya terisi uang. Saya masih teringat betul wajah itu, wajah yang sudah letih untuk mengeluh

Di sisi lain, di kedalaman mall, suasana, sudah tidak memungkinkan lagi untuk berempati dengan orang yang berada di dalamnya. Perhatikan wajah orang-orang borju yang sibuk memilih barang mahal untuk kesenanganya. Badan gemuk, wajah bersih, wangi parfum harga ratusan ribu.

Mahasiswa, si penerima uang bulanan secara cuma-cuma, berseliweran di rak-rak sepatu, sibuk mencoba, memilih dan mempertimbangkan harga. Di tempat makan cepat saji, sepasang suami istri sedang sibuk membujuk anaknya untuk makan. Entah karena si istri tidak bisa masak atau bosan dengan menu rumahan akhirnya sekeluarga makan di tempat yang lebih mahal, dibanding makan dirumah dengan menu yang sama

Hidup memang mengharuskan keadaan tidak seimbang, sang Maha Kuasa sudah mengatur semuanya berpasang-pasangan, ada kaya ada miskin, ada mudah ada susah, ada bahagia ada sengsara. Perbedaan ini, bagi saya, sebagai alarm disaat saya mulai khilaf untuk bersyukur, selalu kurang dan ingin materi yang lebih. Padahal kesempatan yang saya jalani jauh lebih beruntung.

Berkat sedikit menoleh untuk melihat ke sekitar, saya memahami perjuangan bapak tukang becak, bapak parkir, bapak pengamen dan mbah pedagang buah. Mereka menyadarkan saya untuk terus berjuang mencapai cita-cita, rasa letih yang sering saya keluhkan, tidak berarti apa-apa dibanding usaha mereka.

Rabu, 25 November 2009

Up to u Bozz

Menjadi yang tidak diprioritaskan, mengesalkan. Saat opini dan masukan sekedar ditampung, tidak dibahas kemudian di buang, siapa yang suka keadaan itu? Adakah? Itulah resiko jadi anggota, mau enak, jadi bos saja. Bergaya meminta masukan, padahal sekedar basa-basi biar terlihat membuka diri, ujung-ujungnya yang dipakai adalah pendapatnya sendiri.

Perkara lumrah yang dialami banyak bawahan, its ok’ karena semua bawahan memahami itu. Apa yang membuatnya berbeda? Kesan negatif muncul saat penolakan disertai dengan pembawaan yang merepresentasikan tindakan tidak menghargai. Meski bahasa yang digunakan adalah kata kiasan yang berintonasi lembut, jika bahasa nonverbal menunjukkan sikap mengabaikan, itu lebih membangkitkan sisi tidak menerima.

Saling menghormati menjadi hal pokok dari semua ini, hargai dan pandang usaha yang telah dikerjakan. Jika belum optimal, katakan dan tunjukkan dengan bahasa nonverbal yang bersahabat. Sayangnya, tidak semua orang menerima itu dalam pelaksanaannya, yang parah, jika masukan dan opini direspon dengan diam sambil memperlihatkan raut muka yang menafsirkan “ha? apaan tuh? Gk mungkin lah! Aneh!”

There’ is nothing impossible. There are always two sides to everything. Jika satu hal nampak tidak mungkin, bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Saya kira siapapun, tidak akan merekomendasikan hal yang buntu untuk dilakukan. Bukan tidak mungkin, hanya belum menemukan konsep yang tepat.

Melihat ini, saya tidak bisa memusatkan kesalahan pada si boz, tanggungjawab dan beban yang dibawa boz mungkin jauh lebih mendesak. Jadi, saya terima keadaan ini, bagi saya, bukan suatu penghalang berat yang meski saya keluh kesahkan sepanjang masa. I am just need to talk, and that is enough when I’m was completed this blog.

Hal kemarin biar menjadi sejarah dalam perjalanan hidup saya, tersimpan di blog ini, untuk kemudian suatu hari, ketika saya sudah jauh pergi dari keadaan sekarang, catatan ini menjadi bacaan pribadi saya, memahami setiap perjuangan yang sudah saya lalui.

Jumat, 20 November 2009

Ah' lagi.. datang lagi rasa itu... U Bad Mala, part 2

Tidak ada yang tidak bisa mala... u can if u want.. kata yang sering saya dengar dan kaprah dimata saya. perlahan saya ucapkan dan tekadkan dalam hati. tujuannya untuk menghibur diri sendiri. Sebenarnya saya sedang letih dan kecewa. Terlalu mudah untuk rapu ketika harapan dan keinginan belum dapat saya capai di saat ini.

Hati menjadi gelisah ketika melihat orang lain mulai mencapai impian mereka, sedang saya masih begini, di sini, dengan kegiatan yang masih belum mengalami peningkatan. sedih, bingung dan emosiii rasanya u do nothing mala... nothing!!!

Serba salah, melihat orang lain di tangga impian mereka hati menjadi tak tenang, melihat kebawah, bikin besar kepala, merasa saya sudah pada batas dimana saya lebih dibanding mereka. Lantas, siapa yang harus saya lihat?? mereka yang berleha-leha mengejar masa depan, atau mereka yang telah lebih dahulu berhasil menggapainnya?

Secara berkala, meski tidak sering, rasa seperti ini terus menghampiri saya. Terutama di saat hati dan fikiran sedang tidak fokus, kosong tanpa kegiatan. Selepas ujian hari ini, rencana mau rehat dengan ngenet, udah lama gak ngenet, kemarin pending, memang sengaja untuk menyiapkan diri dan otak tertuju pada kegiatan ujian. Dan hari ini, ketika kesuntukan akibat belajar sudah terlepas. Tiba-tiba datang tanpa diundang rasa ini...

acchh... if i can catch this feel, i want to kill it, and say Horee... u cant come back again in my soul...

Senin, 26 Oktober 2009

Perubahan Menimbulkan Tanggapan

Sekian lama, semenjak memasuki semester lima, saya jarang makan di kantin kampus. Selain keadaan yang ramai, berasa lebih mahal di banding makan di luar. Anak kost dengan uang saku yang tidak berlebihan, membuat saya lebih memilih makan diluar, meski selisih seribu dua ribu.

Kalau dulu, selesai kuliah, rame-rame sepakat semuanya sarapan di kantin. Gerombolan pertama disusul gerombolan kedua, datang serempak memenuhi kantin. Kalau sudah begitu, petugas kantin mulai sibuk mencatat, mondar-mandir memenuhi pesanan. Kantin yang sepi dan tenang, berubah riuh dengan suara obrolan dimana-mana, dentingan sendok beradu piring, kepulan asap dari sekumpulan cowo-cowo sambil merokok.

Bersama perjalanan waktu, moment seperti itu sudah lewat masanya, heboh-heboh di kantin rame-rame, makan lima menit ngobrolnya bisa sampe setengah jam. Kebiasaan itu mulai memudar. Bukan hanya berlaku untuk saya, beberapa teman juga seirama dengan saya menjadikan kantin bukan lagi tujuan singgah utama.

Jika dulu sering bergerombol, pergi kesana-kesini rame-rame, janjian jalan, nonton, karaoke sekarang saya kurang berminat untuk lakukan itu. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan satu atau dua orang teman saja. Ngobrol ringan sambil berbagi cerita. Membincangkan masa depan dengan harapan-harapan yang ingin dicapai. Mendiskusikan kejadian yang kami alami untuk menemukan hikmahnya.

Pindahnya kebiasaan ternyata bukan tanpa tantangan. Perubahan menimbulkan tanggapan yang berbeda. Rupanya, perubahan saya ini, menuai beberapa omongan. Ada laporan teman yang baik kepada saya, melaporkan bahwa saya dinilai berubah dan jauh oleh gerombolan.

Jika itu yang meraka utarakan, saya jawab iya, saya berubah tidak lagi tergabung dalam gerombolan. Saya jauh, tidak lagi ikut serta dalam setiap perjalanan mereka. Namun saya tidak menyesali keputusan ini, menghabiskan beberapa bulan bersama gerombolan memberi saya penilian bahwa hubungan pertemanan seperti ini tidak baik untuk berjalan lama.

Kegiatan yang muncul hanya main, menghabiskan waktu dan uang untuk tertawa-tawa, meskipun ada membahas perencanaan, hanya ada perencanaan jalan kemana setelah ini, rekreasi kemana habis ini. Lama-lama batin saya dan logika tidak bisa lagi menerima keadaan ini. Apa yang ingin saya cari dari kegiatan seperti itu.

Gerombolan mungkin bisa mengahabiskan waktu hanya untuk urusan itu, karena mereka memiliki uang untuk membangun masa depan mereka. Pemikiran dan capaian yang ingin di capai gerombolan tidak muluk-muluk. Hanya ingin menjadi ibu rumah tangga. That is not my expectations.

Rabu, 21 Oktober 2009

Istiqomah itu perlu...

Istiqomah dalam hidup penting, jika istiqomah luntur maka kepercayaan dan penilaian orang terhadap kita bisa ikut pudar. Begitu kira-kira inti pesan singkat yang masuk di inbox sms saya. Pesan singkat yang membuat saya sejenak berfikir. Memang betul, kehilangan istiqomah berarti menghilangkan point penting dalam diri yang dinilai orang.

Setiap pribadi memiliki ciri khas, dari segi sudut pandang, tindakan, sikap dan perilaku yang rutin dimiliki masing-masing individu. Istiqomah berarti ke-konsistensian dari perilaku hidup yang menjadi ciri itu.

Pentingnya Istiqomah sering terabaikan, rasa malas dan kejenuhan kerapkali mengalahkan apa yang telah menjadi target. Rencana-rencana yang sudah tersusun meleset pelaksanaanya karena goyahnya konsistensi. Pesan singkat tadi mungkin sebuah teguran kecil untuk mengingatkan saya akan apa yang dulu saya inginkan. Sebuah capaian yang melambung tinggi di angan saya, memberi semangat yang luar biasa untuk terus berusaha mencapainya.

Sampai sekarang ketika semua perencanaan mulai berjalan lancar, ketika ketetapan hati dan kekuatannya sudah saya dapati. Kembali keistiqomahan saya teruji. Abaian-abaian yang mendominasi fikiran saya membuat saya sedikit meremehkan latihan ini. Padahal dari kebiasaan kecil inilah beranjak menuju keterampilan yang dibutuhkan nantinya.

Keistiqomahan saya sedang terombang-ambing, ada pemikiran-pemikiran lain yang menggoda saya beralih ke hal lain yang sekilas dari sudut pandang ini lebih asyik dan menjanjikan.

Planning awal, mulai bercabang ke ranting lain, di bidang lain. Saya tidak lagi begitu semangat untuk menggapain harapan awal yang saya impikan.Saya sendiri bingung, mana yang ingin saya ambil. Kemana angin ini akan membawa. Saya tidak bisa mengambil keduanya, harus ada satu yang mesti didahulukan, dan satu yang harus berani saya tinggalkan.

Betul, sekarang saya masih kuliah, belum terjun di dunia kerja yang dulu saya inginkan, apalagi terjun di dunia kerja yang baru sekarang muncul keinginan untuk bekerja di sana. Harapan dulu dan harapan yang sekarang memang belum sepenuhnya tercapai. Namun, saya sadar bahwa pencapaian esok di rintis dari usaha di masa sekarang. Hari esok adalah apa yang kita perbuat di hari ini, itu pepatah bijak yang sering didengar. Dan kebenarannya adalah nyata.

Mulai sekarang, semenjak sms itu masuk di inbox saya, kembali saya tersadar. Bahwa keistiqomahan harus tetap di jaga. Jika kelak capaian yang digapai melenceng dari rencana, itu adalah jalan lain yang terbaik.

Senin, 19 Oktober 2009

Sunday, October 18, 2009

Perasaan hati sedang tidak tenang, sampai sekarang masih tidak bisa tenang, dua pekan sudah berlalu, dicarikan media pelarian juga tidak kunjung sembuh. Seharian nonton drama, ngenet, tidur, masih tidak bisa menghapus pusing kepala. Yang ketemu malah kata-kata yang menohok hati.

Hari ini rencana mau rehat dari pikiran mumet dengan facebookan, gak ada yang asik malah ketemu posting di dinding orang yang bilang “tidakkah semua musibah yang telah terjadi memberi pelajaran bagi kita, jangan sombong, jangan keras hati, jangan keras kepala”. Haduh’ apa lagi ini.. meski saya tahu itu bukan untuk saya, ngebuat otak jadi berfikir. Mungkinkah saya terlalu sombong, menarik diri dari keramaian saat hati sedang tidak tenang.

Mungkinkah saya keras hati saat mulai mengambil sikap untuk meninggalkan mereka siapa saja yang saya anggap tidak baik terhadap saya. Benarkan saya keras kepala saat tidak ada celah untuk memberi maaf bagi mereka yang pernah menyakiti saya.

Saya terus dihantui perasaan yang tidak bersahabat, bayangan yang mengatakan betapa jahat saya ini. Saat hari sedang ada masalah, saya akan berubah menjadi makhluk yang tidak ramah dengan orang sekitar. Bahkan tega berkata judes dan menghilangkan senyum di hadapan orang lain.

Saya sudah mulai berani berkata jujur di muka orang yang saya tidak suka. Jujur yang menyakitkan mereka. Mulai berani berkata unek-unek hati di depan orang yang saya jengkel. Berani berpaling dari mereka yang saya anggap kehadirannya mengganggu.

Sesaat saya merasa cukup puas. Makin kesini hati semakin resah. Merasa terus berdosa. Letih raga rasanya jauh lebih enak dibanding letih batin ini. Tidak ada siapa-siapa disamping saya. Tidak ada yang bersedia berbagi kesusahan ini. Helaan nafas panjang berhembus sendiri tanpa ada yang mendengar.

Saya tahu, saya tidak sendiri.. Ingin menangis tersedu di hadapan-Mu y Allah, berbaring disujud panjang menghadap-Mu, namun sekarang aku tidak bisa. Semua karena ajaran-Mu, aku tak bisa menghadap-Mu untuk beberapa hari ini.

Aku yakin dengan segenap hati dan imanku, engkau tidak lengang y Allah, engakau selalu berada di sisi ini saat tidak ada orang lain yang hadir.

Engkau selalu memberi kebahagiaan saat tidak ada lagi yang mampu memberi ke bahagiaan. Linangan air mata ini, seakan tidak cukup untuk memohon ampun pada-Mu y Allah

Aku rindu kepada Mu y Allah…
Engakau tiada duanya

Sabtu, 10 Oktober 2009

Beri saya Ruang...

Belakang, hari yang saya lalui sungguh terasa berat, tekanan dan pemikiran ini tidak lekas menemukan jalan keluar. Mengambil sikap atau membiarkan? memilih yang mana juga sangat tidak mudah. Menunggu pengertian mereka, lama tidak saya terima.

Di satu sisi hak saya, sisi lain adalah mereka. Jika saja hati ini mampu untuk bertindak tega.. tapi nyatanya saya tidak mampu. Bersikap seperti ini juga tidaklah membuat saya tenang, mengambil tindakan untuk menjaga hak membuat saya tidak enak hati terhadap mereka.

Salahkan keputusan saya? tapi.. bukankah orang yang tidak punya rasa sungkan terhadap orang lain tidak baik? Saya ada rasa saat ingin sendiri, merenungi semu hidup yang sudah saya tempuh untuk menjadi yang lebih baik.

Tapi mengapa mereka tidak mengerti, tidakkah membaca situasi muka saya ini. Haruskah menunggu benar-benar marah baru tahu apa yang saya butuhkan. Untuk saya tidak mudah mengatakan jangan terhadap orang lain, tidak mudah menolak kedatangan mereka, meski badan sudah sangat butuh istirahat.

Saya tahu sifat ini bukan saya, sifat mau melelehkan diri sendiri demi menerangi orang lain, itu bukan saya. Saya sungguh tidak mampu melihat orang lain tidak lagi menghargai privasi saya. Hati ini menjadi lelah saat kebaikan mulai dinilai sebagai kebebasan. Saat apa yang saya punya mulai dirusuhkan karena sifat tidak tanggungjawab mereka. Tidak sanggup berdiri lama lagi.

Ini jadi tidak seimbang, saya terus berusaha bersikap baik. Memberi mereka maklum saat kondisi saya berantakan dibuatnya. Saya terus berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka, bahkan saya bisa lebih mempedulikan mereka dibanding keletihan saya.
Akhirnya, jika ini tidak berjalan seimbang.. saya tumbang juga.. Muak melihat mereka tidak berubah: terus ingin saya yang mengimbangi. Saya, adalah dijalan saya. Pemegang kendali terhadap semua apa yang saya punya. Mereka yang tidak bisa memberi ruang untuk menghargai saya, saya lepaskan.

Sekarang pertanyaan saya? siapa yang ketergantungan? Selamanya ingin orang lain yang berbuat baik? Tidak ada yang bisa bertahan lama tanpa keseimbangan. Bagi saya, saya bisa hidup dengan kaki saya sendiri.

Sabtu, 03 Oktober 2009

Mudik gratis ala PT Sido Muncul

Corporate social responsibility atau CSR adalah program kehumasan yang dilakukan banyak perusahaan besar. Dengan agenda mengadakan acara yang bersifat sosial. Salah satu perusahaan yang membuat program CSR adalah PT. Tolak Angin.

Dengan programnya: mudik gratis bagi pedagang jamu dan pedagang asongan yang secara serentak dilaksanakan pada, Selasa (15/09/09) pagi dari Jakarta, Bandung, Tangerang, Cikampek, Cibinong, dan Cilegon. Keberangkatan dipusatkan di areal Parkir Barat PRJ Kemayoran. Mereka akan dilepas Menhub Jusman Syafii Djamal, Menakertrans Eman Suparno dan Gubernur DKI Fauzi Bowo ( http://www.kabarbisnis.com)

Tidak sedikit anggaran untuk program CSR ini, hal ini terlihat bahwa PT Sido Muncul dalam tahun 2008 mengeluarkan dana mencapai Rp 8 Milyar (http://www.kabarbisnis.com).

Meski harus mengeluarkan dana yang besar, kegiatan CSR adalah bentuk kepedulian prusahaan kepada masyarakat.Dengan demikian, melalui program CSR ini, maka secara tidak langsung perusahaan yang bersangkutan akan mendapat ruang di ingatan masyarakat.

Biasanya prodak-prodak yang mengadakan kegiatan CSR, yang kemudian di publikasikan melalui media akan mendapat perhatian masyarakat karena secara perlahan, publik akan mudah mengingat prodak yang bersangkutan.Maka, dengan itu banyak perusahaan yang menggunakan momen lebaran untuk mengadakan CSR.

NB: posting ini saya buat untuk tugas mata kul. Penulisan Public Relations

Senin, 28 September 2009

its not to forever...

Lebaran sudah sepekan berlalu, meninggalkan siapa saja yang bahagia akan kedatangannya, dan juga meninggalkan mereka: siapa saja yang menyambut lebaran dengan perasaan biasa. Untuk saya dan keluarga, lebaran kali ini terasa indah meski melelahkan.

Pulang kampung bertemu mbah dan suasana baru yang jauh dari bisingnya kendaraan dan hilir mudik kesibukan orang bekerja. Penantian selama dua tahun, terbayar sudah, meski hanya dalam satu minggu.

Dan kini, meski sekuat apapun hati berdoa untuk bisa tetap berada dalam suasana ini, waktu tidak akan diam untuk berhenti berputar. Dan akhirnya, semua kegembiraan memudar seiring waktu yang terus menjauh.

Itu berarti waktunya untuk kembali pulang dan bergelut dengan rutinitas harian. Kembali kerja dan kembali sekolah. Walau tidak enak untuk dibayangkan, semua harus tetap berjalan. Sekuat apapun hati meminta agar kebahagian tidak lekas pergi, waktu memberi jawaban yang lain.

Tidak ada yang bisa diperbuat untuk menghentikan waktu, jika saja logika ini tidak mampu untuk berfikir dan hati ini tidak sanggup untuk berbatin. Mungkin saya akan menjadi orang yang keras untuk menerima kenyataan bahwa waktu tidak selamanya berada di kebahagian, waktu datang seiring kebahagian dan kesedihan.

Sama seperti lebaran ini. Waktu menghampiri bersama kebahagian. Dan datang lagi bersama kesedihan. Saya ingat betul, jam satu dini hari ketika mobil pribadi keluarga saya tiba di depan rumah mbah. Membunyikan klakson, tiba-tiba keluar bule dan mbah dengan senyum menggumbar bahagia. Peluk hangat menyambut kedatangan keluarga saya.

Seminggu kemudian, salam dan peluk hangat itu, teriris seiring waktu untuk berpisah, saat pamitan mbah menitikkan air mata. Umi dan aba juga ikutan sedih dibuatnya. Saya mengerti bahwa perpisahan ini berat, maaf mbah.. maaf kami harus meninggalkan mbah lagi.. But its not to forever.. Someday we will back to again to spend our best quality time together.. Time is not to be long if we are be patient.. We miss u mbah..

Senin, 14 September 2009

Ternyata bukan saya...

Sebuah offline massage masuk di ym saya, pesan singkat dengan ajuan sebuah nomer telpon dari sesorang yang belum begitu saya kenal. Dulu, saudara saya mengajukan sebuah email. Sekedar merekomendasikan satu nama untuk menambah daftar teman di ym saya. Saya fikir, mengapa tidak.. seseorang yang baik, pendidikan bagus, berharap nantinya mendapat hal yang bermanfaat. Just hope the best for my experience relations. Dan sekarang nomer ini adalah punya dia, seseorang yang dikenalkan saudara saya.

Secara personal saya kenal dengannya dari sekedar obrolan ringan dan foto-foto yang terbit di picture ym. Tidak ada yang istimewa. Obrolan ringan, seru di awal, kelamaan nge-Bete’in. Sesekali tidak ada koneksi obrolan, membuat cakap menjadi garing, tidak hidup dan kering. Beberapa saat, pertemanan ini begitu menyakitkan. Mungkin tidak dirasa olehnya, tiba-tiba hilang offline, suatu tindakan yang membuat saya berfikir bahwa itu suatu cara untuk tidak terganggu oleh saya.

Fine, saya terima itu.. bagi saya.. siapa yang bertindak menjauh dari saya, siapa yang merasa tidak nyaman berteman dengan saya. Saya persilahkan untuk pergi menghindar atau bahkan meinggalkan sama sekali, menjauh untuk selamanya, berlalu menuju kemasa dimana perkenalan belum di mulai. Kembali untuk tidak dikenal. That is one way for everyone who wants to take broke this relation.

Abaian dan ketidak pekaan orang lain terhadap keberadaan saya. Adalah bukti bahwa siapa yang benar-benar tetap berada di samping saya sampai saat ini, adalah mereka yang sejati. Sejati untuk tetap menemani saya, mendorong kearah perbaikan, atau bahkan sekedar ada untuk mendengarkan suara saya. Suara yang terkadang isinya tidak menarik dan tidak bermakna sama sekali. Saya belajar dari mereka: beberapa orang yang saya kira dapat memberi kekuatan dengan kata-kata bijaknya, malah justru menjauh dan hilang dari pandangan saya.

Meraka yang saya kagumi dan hormati dengan segenap hati saya. Hampir semuanya tidak menerima penawaran pertemanan saya, mereka datang sekali, lalu pergi. Dan belakangan saya sadari mereka begitu rajin dan bijaksana memberi keindahan dengan segala keluarbiasaan pelajaran hidupnya untuk orang lain.

Ternyata bukan saya yang menjadi tempat mereka berbagi semua kebijakan hidup yang mereka punya. Saya marah, marah untuk itu.. hanya.. jika difikir dengan logika. Saya tidak bisa memaksa seseorang untuk mau menerima pertemanan saya, meski mereka orang yang saya rasa cukup dewasa dan memiliki secure personality yang matang. Biarlah..

Maka, akhirnya saya mengerti kata-kata mba nenden dahulu.. Bahwa pada saatnya, saya akan bertemu mereka yang benar-benar menjadi pendamping kehidupan saya. Mereka tempat saya menangis, tertawa, terharu dan bangga akan hidup ini. Makasih mb.. terimakasih untuk balasan email yang sampai sekarang masih tersimpan rapih di inbox saya, dan menjadi bacaan rutin di saat hati ini penuh sesak dengan keluh..

Rabu, 26 Agustus 2009

Stop to Talk about it...

Menghabiskan waktu dengan teman adalah cara yang sering dipilih banyak orang untuk menghilangkan penat. Sekedar ngopi, nongkrong-nongkrong sambil berbagi cerita.
Sayangnya, tidak semua obrolan dengan teman membawa kenyamanan untuk saya, belakangan ini topic pembicaraan teman-teman melulu tentang cowo, sambil bingung dengan status yang masih pada jomblo.

Saya dengan pribadi yang ada pada saya, dengan semua capaian yang ingin saya raih, menjadikan saya wanita yang tidak memiliki banyak minat untuk berbincang mengenai adam. Saya juga tidak lantas panic dengan status yang sampe sekarang masih jombol. Bukan sembarang pria yang saya izinkan untuk berbagi hati dengan saya, bukan sekedar pria yang baru dikenal via FB yang saya relakan waktu saya tersita untuk memikirkannya. Untuk saya, memberi perhatian dengan membicarakan pria adalah hal yang sukar.

Saat teman-teman sibuk membicarakan pacarnya, saling berbagi pengalaman dan cerita manis dengan pacarnya. Pacar yang dikenal lewat dunia maya, cowo yang mereka liat di samping kost. Saya lebih memilih untuk tidak ikut serta dalam perbincangan mereka. Bukan karena saya trauma dengan cinta, tentu saya ingin, ingin bisa memamerkan dia, seseorang yang berharga bagi saya. Seorang yang cerdas, bijaksana, dewasa dan romantis. Dia yang bisa membuat saya bahagia dengan semua keputusannya. Y.. dia yang seperti james bond.. menurut saya..

Hanya, untuk saat ini dan sampai saat ini, masalah pria tidak lagi berdecak di fikiran saya, saya masih terlalu sibuk dengan obsesi yang saya ingin capai. Sibuk dengan agenda yang harus saya perbuat untuk mengejar mimpi itu. Biar, biar saya disini dengan pemikiran dan keyakinan saya, berusaha mencapai semua yang saya inginkan.

Minggu, 23 Agustus 2009

Puasa Yukss...

Ramadhan is come, di FB rame-rame pada ngucapin selamat menyambut ramadhan mohon maaf atas salah yg pernah dibuat. Short messages system juga rame ngucapin met bulan ramadhan, tekor pulsa iya juga. Tapi, tak mengapalah, tujuannyakan baik, berharap dapat menjalani puasa dengan hati yang bersih, sebersih pemaknaan terhadap bulan ramadhan. Gak ada dendam, gak ada yang menjengkelkan hati, semua clear seiring datangnya ramadhan.

Siang-siang, adalah waktu yang paling dahsyat. Dahsyat godaannya. Perut keroncongan, dahaga minta ampun, iklan di Tv ngerjain banget. Pooll godaannya, tapi.. saya kan bukan anak kecil lagi yang melihat puasa sebagai aturan yang nyusahin, dilarang makan, dilarang minum.

Meski berat terasa, satu hal yang saya pelajari adalah kekuatan hati untuk menggapai Ridho-Nya dapat mematahkan semua teriakan setan yang menggoda. Niat yang sudah di bacakan selepas sholat taraweh, mengawali kekuatan jiwa untuk menjalani semua rintangan puasa yang akan datang di waktu siang sampai adzan maghrib.

So, meski badan lemes.. be happy aja mal..
meski puasa di kost pake bokek.. enjoy aja..

Selasa, 11 Agustus 2009

a friend in need is a friend indeed...

Tiap orang berhak menilai orang lain, nilai buruk atau nilai baik, terserah mereka. Semau mereka. Apa yang dirasakan dan difikirkan akan diluapkan dengan cara yang mereka kehendaki. Ada saatnya orang lain begitu bersahabat dengan kita, ada saatnya dia berubah menjadi orang yang sangat tidak dikenal.

Saya sadar dan sangat mengerti bahwa makin lama berteman, makin ketahuan apa yang menjadi kekurangan. Sayangnya, saat keadaan asli seseorang mulai nampak, seringkali orang berubah sibuk menilai sisi buruknya. Seolah hanya ada situasi pahit saat menjalin pertemanan dengannya.

Apa salah orang melakukan kekeliruan?? Apa salah memberi pengertian terhadap kekurangan orang lain??

Tidak ada yang salah saya kira, saat teman melakukan salah, saat teman lupa bertindak yang kurang mengenakkan. Saat itu juga seharusnya kita mengerti dan memberi ruang untuk kealpaan itu. bukan malah heboh mengomentari keburukannya di depan orang-orang.

Mereka yang sibuk mengoreksi kesalahan orang, lupa, bahwa ada masa dimana teman menjadi malaikat yang tidak diduga, ketika teman menjadi penghibur di saat sepi dan sendiri. Mengapa orang menjadi begitu mudah menghapus ingatan tentang sikap baik seseorang dari memorinya? Mengapa salah sedikit jadi begitu jelek gaungnya di mulut orang-orang?

Yang dibutuhkan hanya saling mengerti, apa gunanya mengumbar kekurangan orang lain?? apa yang di dapat dari itu semua?? Memang setiap orang memiliki jalan yang berbeda dalam menyikapi satu masalah, hanya.. please… jangan sibuk memikirkan kekurangan orang lain, jangan sibuk menggelar salah orang pada semua orang..

Senin, 10 Agustus 2009

u bad, Mala...

Jika ditanya apa kabar hari ini? Saya jawab sehat tapi tak bahagia. Saat ini ada perasaan dalam diri yang terus menyalahi saya. Menagih apa yang sudah saya lakukan untuk mencapai apa yang saya inginkan. Saya menjadi panik saat diri saya menanyakan itu, sampai saat ini saya masih berada dalam situasi yang masih teramat jauh dari keadaan yang saya inginkan.Saya menyalahkan diri saya untuk itu.

Perasaan ini mungkin sebagai hukuman bagi saya untuk semua tindakan tidakberarti yang sudah saya lakukan, membuang waktu tanpa kegiatan yang berguna untuk masa depan. Saya salah, sangat salah. Kegiatan saya berjalan begitu tenang, tanpa ombak tanpa riak. Saya sadar bahwa waktu terus berjalan, waktu terus mengecilkan ruang gerak saya.Hanya, mengapa semua berjalan begitu santai, mengapa saya terus merasa belum mendapat buah apapun. Saya khawatir semua tidak berjalan semestinya, saya takut apa yang menjadi keinginan saya tidak dapat saya nikmati.

Sungguh saya merasa menjadi orang yang sangat tidak bisa diandalkan, saya melanggar janji saya sendiri, melanggar janji terhadap diri saya. Sudah berapa banyak disiplin waktu yang saya abaikan, berapa banyak kesempatan yang sudah saya lepaskan. Apa yang kamu cari mala?? apa yang sudah kamu dapat mala?? Program hidup yang sudah saya tanamkan, planning hidup yang sudah saya dambakan belum secuilpun saya rasakan.

Somebody help me???

Senin, 27 Juli 2009

We will never forget u mbah..

In the world nothing forever, lahir, tumbuh, dewasa, tua, mati. Tidak ada yang bisa merubah ketentuan tuhan yang satu ini. Hanya, sering kali saya lalai menyadari keberadaan fase yang terakhir. Saya terlalu sibuk mengurus semua program hidup yang sudah saya tata. Sibuk menjalankan aktifitas. Sibuk memikirkan apa yang harus saya lakukan untuk mendapat apa yang saya inginkan. pendidikan, relasi, pekerjaan, dan karir yang saya ingin capai.

Baru kemarin, Jam tiga dini hari, saya disadarkan bahwa siklus dalam hidup sangat dekat dengan kematian. Abah saya, tumben kemas- kemas baju, jam tiga pagi mau kemana, saya tahu ada sesuatu yang tidak beres, tapi apa? Mata yang biasanya masih sayu-sayu., dadakan jadi seger gak bisa dipejamkan lagi. “siapa yang mau anter aba ke bandara, ipat atau kk?” saya semakin tidak mengerti. Mau kemana sih abah.

Berita buruk datang dari kampung, mbah di kampung meninggal. Keadaan yang sangat tidak saya duga, bahkan tidak terbayang sedikit pun. Kini saya harus mengalami kondisi ini. Konsidi yang belum pernah saya alami, ditinggal orang yang kami cinta.

Dulu, saya sering berbangga, semua keluarga besar saya masih utuh.. Bukan untuk pamer, hanya sebagai bentuk syukur keluarga besar saya masih lengkap. Dua nenek dan dua kakek. Meski pada saatnya saya sadar waktu itu pasti datang.

Dan sekarang, syukur yang dulu saya toakan, mulai mengecil gaungnya seiring waktu yang pasti datang. Satu kakek harus pergi meninggalkan kami: cucu, anak dan menantunya. Padahal lebaran besok, waktunya kami sekeluarga pulang kampung, kesempatan yang datang hanya dua tahun sekali.

Mbah dan keluarga abah, kebanyakan tinggal di gresik. Sedang keluarga ibu termasuk kami tinggal di bekasi. Sudah menjadi kesepakatan keluarga, menjadwal waktu pulang kampung dua tahun sekali. Lebaran kemarin di bekasi dan lebaran esok giliran pulang ke Gresik.

Lebaran besok akan menjadi lebaran kami yang pertama tanpa mbah kakung. Untuk selamanya mbah pergi meninggalkan kami. We miss u mbah.. we will never forget u…

Selasa, 21 Juli 2009

Siklus Rindu Benci...

Makin lama di rumah, makin gak sayang sama adik sendiri. Bosen. Tingkah ngegemesin jadi nyebelin, laga gak mau ngalahnya bikin emosi. uGhhh… ogahin banget deeh.

Bukan itu doang, kelamaan dirumah juga bikin diri jadi sasaran ortu marah-marah. Baru pulang dimanja banget, mau ini mau itu tinggal bilang, males ini males itu dibiarin aja, lama-lama ortu capek juga kali y.. mulai deh wejangan-wejangan nyebelinnya, suruh ini suruh itu, jangan begini jangan begitu. Tambah ribet urusannya.

Anehnya, kalau saya mau pergi bareng temen, melulu gak dibolehin, jadi berasa di butuhin. Kayanya gak mau banget ditinggal saya.. huakakaka… ke GR’an aja.. tapi bener, kalau saya mau pergi ada aja yang disuruh. Padahal entar-entar juga bisa. Padahal dikerjakan sendiri juga bisa. That is not something important. Tapi, dadakan aja harus diselesai saat itu juga, dan harus saya pula?? aneeh.. mengulur waktu saja.

Kenapa jadi begitu y, lama gak jumpa kangennya setengah mati, udah ketemu, lama-lama jengkel juga. Jadi kaya orang yang gak bersyukur gitu.. gk dikasih merengek-rengek, dikasih malah gak mensyukuri.

Kalau difikir-fikir jadi lucu, udah tahu libur panjang bakalan jadi kaya begini. Tetep aja dikangenin. Udah tahu adik nyebelin dan ortu suka gak ngertiin, tetep aja jadi orang nomer satu di hati. Gk masuk akal kan?? Di rindu kemudian di benci, rindu lagi, benci lagi, rindu, benci, rindu, benci. gk usai-usai. Maunya apa sih..?? tell me??

Saat lagi marahan sama adik, wah keselnya pool.. tapi kalo udahan marahnya, malah cari keusilan biar marah. Nanti kalau udah marah, dongkol dihati ekstrim banget, cemberut, diem-dieman, pelit-pelitan, semuan tindakan “criminal” dilakuin. Selepas itu kangen lagi. Nanti kalau dah ketemu, berantem lagi, kesel lagi. Anehnya.. meski sangat mengesalkan kalau diingat-ingat malah bikin cekikikan sendiri

Siklus rindu benci, rindu lagi benci lagi terus berputar seiring waktu kehidupan. Makanya, gak pernah bisa hilang.. apa lagi sama keluarga. Saat menjengkelkan akan bertransformasi di kemudian hari menjadi keadaan yang membuat semuanya tersenyum ketika mengingatnya. Indah bukan??

Sabtu, 11 Juli 2009

Cruel Thing..

Begini adanya, kalau kerjaan gak ada, waktu terbuang sia-sia, yang tumbuh malah perasaan gak enak. Semua berjalan seperti biasa, hari libur gak ada kegiatan, gak ada kerjaan. Full time just stays at home, boring, it is not good I thing.

Akibatnya, gak ada kesibukan, gak ada yang difikirkan. Ngebuat hayal menjadi kawan. Melanglangkan fikiran menuju angan yang sebenarnya tak baik untuk diharapkan. Ngarep ini, ngarep itu, berharap dapet ini, dapet itu, andaikan hidup seperti ini, seperti itu, andai.. hidup saya seperti si dia, andai saya peri, andai saya dewi.. angan-angan yang membuat saya berasa menjadi personal yang tidak beruntung.

But, I know its ridiculous that is cruel thing for me. Kesalahannya adalah, saya terlalu sering berkaca dengan mereka yang di atas saya, mereka yang lebih professional, mereka yang tinggi dalam pemenuhan materinya. U are u, they are them.. We are different. Tidak ada yang sama.. kehidupan mewah, sekolah berkualitas tinggi, pendidikan excellent, semua fasilitas mahal penunjang pendidikan, biar jadi milik mereka.

Saya, masih saya, dengan segala yang ada pada saya. Kedua orang tua yang selalu berusaha membuat kesempatan bagi saya, kesempatan bersekolah, kesempatan hidup dengan tercukupi, meski tidak mewah secara materil, tapi.. keindahan ternikmat secara melimpah selalu saya dapat, kasih sayang, y kasih sayang yang sangat luas diberikan kepada saya, dukungan, nasehat dan ajaran yang sangat luar biasa. Membuat saya mampu bertahan di tengah godaan dan ajakan hawa nafsu.

Trimaksih mih.. untuk setiap ajaran yang diberikan, untuk setiap ucapan yang selalu mengingatkan saya agar bersyukur dengan semua yang diterima. Wejangan kelasik memang, namun selalu saya ingat dan tertanam dalam hati. Hidup terkadang menyulitkan, percayalah dirimu mampu menghadapinya. Meski hidup dengan kesederhanaan tidak menjadi halangan untuk meraih apa yang diinginkan, orang sukses bukan dari harta yang mengiringi kesuksesannya, tapi orang sukses adalah mereka yang mampu meraih cita dengan segala keterbatasannya.

Selasa, 07 Juli 2009

About Emosional...

Perasaan semua orang hari ini marah-marah terus, salah sedikit di bentak, gak pamit sedikit di marahin, ini salah itu salah. Negurnya pake emosi. Termasuk saya, dari tadi kena omelan terus. Kasusnya begini…

Jadi, proteksi computer baru di setting oleh mereka, saya pakai computer y pakai saja, orang biasanya kalau mau pake, y pake aja.. mereka gak bilang-bilang kalau harus begini begitu menggunakan computer, coba saya di bilangin, jadinya saya tahu harus berbuat apa. Alih-alih ngebilangin, malah ngomelin..

itu baru satu omelan, lainnya: mereka udah liat saya rapih mau pergi, udah mondar-mandir di depan orangnya, udah pamit juga, dia aja yang tidak engeh. Eh, tiba-tiba marah, katanya saya pergi begitu saja. Lah… ih wow’ saya salah lagi??!!

Ampun deh, geregetan banget ngeliat orang tingkahnya kaya gitu, bossy banget.. Emosi rasanya, tapi tak mengapa lah, enjoy aja, nikmatin aja, saya mencoba memahami dan memberi ruang untuk ketidak singkoran ini. Harapan saya dan dia berbeda. Mungkin dia maunya saya bersikap begini sedangkan saya berfikir apa yang saya perbuat sudah benar. Kalau di ributkan tidak bakal kelar. Jadi mengalah saja.. hihihihi….

Kenapa y sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan harapan langsung membangkitkan emosi?? Apa meski marah-marah untuk menegur orang?? Apa tidak bisa dibuat santai saja?? Kenapa orang yang satu mudah sekali emosi dan yang satu sangat susah?? Apa yang satu emosinya sedikit dan yang lain terlalu banyak kadar emosinya??
Saya mencoba berfikir dan menafsirkan sifat emosional ini, tentunya dengan tafsiran saya sendiri. Ujung-ujungnya untuk mencari pembenaran bagi saya, yang sedari tadi kena omelan terus.. mungkin ini cara saya memahami dan menerima perbedaan sikap.. berfikir dan mencari sisi positif dari semua itu. Hehehe..

Emosionalitas memang penting bagi manusia. Kegunaannya untuk menjaga harga diri, membela diri dan mempertahankan sesuatu yang benar. Hanya saja, emosi seringkali muncul bukan pada gunanya. Keadaan-keadaan yang sepele bisa sangat membuat orang emosional. Jadi marah-marah, semuanya serba salah.

Masalahnya kenapa meskti marah, Kalau kasusunya seperti saya di atas, rasanya tidak pas jika dihadapi dengan emosi. Dengan baik dan perlahan seseorang akan mudah untuk diperingatkan dan ditegur jika cara atau pendekatan yang dipakai adalah baik dan benar. Tanpa emosi saya fikir semua masalah bisa di hadapi. Paling sengsara jadi orang yang gampang emosi, apa lagi jadi orang yang melulu kena emosi.
Saya mencoba mencari hikmah dari sifat emosi yang semua orang punya. Siapa yang salah emosinya atau orang tempat emosi itu tinggal??

Saya termasuk orang yang mudah emosi, hanya bagaimana emosi itu dikeluarka itu masalahnya. Sepakat semuanya saya kira, bahwa emosinalnya seseorang atau tidak tergantung pada kemampuannya untuk menahan emosi. Siapa yang tidak marah saat disalahkan orang lain, mungkin anda sangat marah, di hati anda mencaci orang itu, hanya di permukaan anda berusaha untuk tenang.

Keadaan ini yang kemudian merepresentasikan anda orang yang penyabar tidak mudah emosi. Padahal di dalam hati anda, anda juga emosi. Hanya tidak di aplikasikan dalam perbuatan. Emosi tidak bisa dihilangkan, yang tepat adalah bagaimana menata emosi itu agar keluarnya pada waktu dan tempat yang tepat. Jadi untuk anda semua cobalah mengerti bahwa jangan menyampaikan maksud dengan emosi adalah penting.

Sabtu, 04 Juli 2009

Pemilu Sebentar lagi...

1 new messages masuk ke nomer ponsel saya, “ada bedah buku gratis, dapet buku + snack. Mau?” - Reply “buku apaan jal? (nama teman saya)” 1 new messages, “Jusuf Kalla, The Real President” di ruang seminar pasca sarjana UGM, tgl 3/06/09 jam 15.00 wib. Pembicara KH. Abdul Muhaimin, Dita Sari, Revrison Baswir, mau?”

Acaranya gratis, dapet buku pula.. sayangnya saya lagi gak di jogja, jadilah saya titip saran ke temen saya biar dia yang ikut, nanti bukunya saya pinjam hehehe..

Pemilu presiden bentar lagi. Suasana hebohnya udah kerasa dari kemarin-marin, iklan capres sering nongol di tv, sampai-sampai hafal. Gak perlu lihat tv, asal denger lagunya bisa tahu ini iklan capres mana. Dari yang indomi, cublek-cublek sueng. Tombo ati, sampai yang mengomentari keadaan social Indonesia. Semuanya adalah iklan per lima tahunan, munculnya menjelang pemilu saja

Kali ini, pemilu tahun ini, menjadi sedikit berbeda bagi saya, karena untuk pertama kalinya saya memiliki hak untuk menyumbangkan suara. Sedikit gerogi memang, karena saya dihadapakan pada beberapa pilihan. Pilihan yang baru saya pahami bahwa jika salah memilihnya, yang terkena akibat adalah masyarakat. lah.. saya kan bagian dari masyarakat, berarti saya ikut juga menanggungnya

Sedikit berat rasanya tanggungajwab ini, karena untuk esok hari, saya masih disini di Negara ini menjalankan semua kebijakan dan ketentuan pemerintah yang berlaku. maka, saya menjadi berfikir bahwa pilihan pemilu esok adalah juga yang menentukan kemudahan hidup dalam bernegara nantinya.

Pemimpin yang kebijakannya dapat membawa hidup pada ekonomi yang baik, program-program yang membawa Indonesia menjadi negara yang berwibawa dengan ilmu dan pengetahuan. Negara maju yang semua warganya mendapat pendidikan dan berkembangan karena ilmu pengetahuan. Negara yang bangkit menjadi unggul karena kemandiriannya.

Negri yang saya cintai dan bangga menjadi bagian di dalamnya, hanya jika saja pemerintah bisa membantu mewujudkan impian itu. akan menjadi sangat mengasikkan.

Rabu, 01 Juli 2009

Tanggungjawab siapa ini..??

Baru dua hari si entong (bukan nama asli) kerja di rumah saya. Pengganti abang-abang yang sebelumnya. Hanya yang sekarang jauh lebih muda usianya dari yang kemarin. Usianya memang masih anak sekolahan, datang dari kampung untuk mencari kerja. Akhirnya sekarang kerja di rumah saya.

Kerjanya bersih-bersih daerah luar rumah, nyapu halaman dan ngepel langgar kecil tempat kami sekeluarga sholat. Awalnya, saya tidak terlalu mencari tahu siapa sebenarnya anak ini. Palingan anak dari daerah yang tidak semetropolitan bekasi dan Jakarta. Datang untuk mencari kerja. Sampai akhirnya setelah lebih kurang tiga hari si entong kerja di rumah, saya baru sempat dan baru ada keinginan untuk nanya ke adik saya.

Entong ini adalah anak umuran sekolah SMP, pernah bersekolah di pesantren, karena tidak punya uang akhirnya hanya sebulan entong bersantri di pesantren. Ah.. entong andai saja saya dan kedua orang tua memiliki uang lebih, ingin rasanya membantu entong agar kembali belajar di pesantren lagi. Hanya, dengan pekerjaan kedua orang tua yang tidak terlalu besar gajinya, harus membiayai ketiga anak yang masih sekolah, aku kuliah, adikku pesantren kelas satu SMA dan yang paling kecil sekarang mau kelas 6. sulit rasanya bisa membantu si entong.

Saya jadi sedih, sedih karena kesempatan dan kehidupan yang saya jalani sekarang ini tidak dialami si entong. Dilain sisi, saya juga menjadi sadar untuk terus mensyukuri semua nikmat yang telah Allah berikan. Kesempatan kuliah, orang tua yang masih bisa memberi kehidupan yang tercukupi. Meski tidak berlebih-lebihan. Harus bisa mengatur uang jajan untuk memperoleh barang yang saya inginkan.

Jika saya berkaca pada entong, keluhan-keluhan saya selama ini rasanya tidak berarti lagi. Melihat entong, saya jadi bertanya tangungjwab siapa ini?? Andai saja, keuangan keluarga saya tidak seminimalis ini keinginan membantu entong mungkin dapat dengan mudah terealisasi. Tapi keadaanya berbeda.

Andai saja orang-orang tidak egois membahagiakan diri mereka sendiri, andai.. semua memiliki kesadaran bahwa masalah ini bukan hanya tanggungajawab pemerintah, andai semua orang yang memiliki harta lebih menggunakan hartanya dengan bijak, mungkinkah beberapa entong-entong lainnya dapat memiliki kesempatan hidup yang semestinya..??

Senin, 29 Juni 2009

Jakarta...

Apa yang anda fikirkan tentang kota Jakarta?? Metropolitan?? Gedung tinggi?? Antrian mobil mewah?? jika itu yang anda bayangkan, anda benar. Hari ini, saya memulai perjalanan bersepeda motor dari cempaka putih, terus ke kelapa gading, lanjut ke senen, kwitang. Hanya untuk tahu, semacet apa kota Jakarta. Saya tinggal di daerah Bekasi. Daerah yang keriwehannya sering membuat saya emosi. Namun ternyata, rusuhnya tak sebanding dengan keramaian ibu kota.

This is my first time around the Jakarta, gedung bertingkat, antrian mobil mewah, entah mengapa tidak meninggalkan kesan bagus di hati saya. Instead that condition makes me be headache. Bukan karena kemewahannya, hanya jika anda membayangkan Jakarta, jangan lupa bayangkan kondisi keruwetannya. Dan hari ini saya benar-benar merasakan itu, merasakan keadaan jalan ibu kota yang sangat menyiksa jiwa saya. u know..? That is make me crazy..

Ribuan kendaraan: mobil pribadi, motor dan angkutan perkotaan berdesakan berebut jalan. Udara panas ditambah polusi, asap hitam dari kenalpot metromini, motor yang sukanya nyalip, kelaksonan mobil berteriak dimana-mana. Saling berebut jalan dan main dulu-duluan. Sepanjang jalan, kiri kanan yang ada gedung perkantoran, mall dan ruko –ruko. Pohon rindang dengan udara sejuk, jangan harap ada di Jakarta.

Bagi anda yang berfikir hidup di Jakarta enak, kubur dalam-dalam fikiran anda itu. Meski Jakarta adalah kota metropolitan, dimana pusat perekonomian dan pemerintahan berada disina. Dalam doa, saya berharap jangan sampai takdir membawa saya terdampar dengan rutinitas kegersangan ibu kota itu.

Minggu, 14 Juni 2009

This is about my Think...

Salah?? Mungkinkah yang saya lakukan salah. Menjadi orang baik, memang sulit. Sukar menghilangkan rasa kesal untuk mengubahnya menjadi senyum. Jujur saja saya tidak mampu. Saya maklum, saat orang lain membuat hati saya kesal karena kesalahan yang tidak disengajanya. Itu, kesalahan- kesalah kecil yang semua orang punya.

Saya punya ruang untuk menjadikannya bukan masalah bagi saya. Cukup sampai pada batasan masalah kecil biasa, seperti temen yang laganya nyebelin, tidak sejalan pendapat dengan teman. Hal itu wajar menurut saya, hitung-hitung melatih untuk memahami perbedaan dan mencoba menerimanya.

Hanya, saat orang lain tidak lagi menghargai jarak pribadi, ketika batasan toleransi bertingkah sudah dilanggar. Saat niat baik dibalas dengan acuhan. Saat semuanya menjadi buruk karena sikapnya. Saya tidak lagi membiarkan itu, saya kira saya harus memutuskan sikap. Bukan untuk merenggangkan hubungan, hanya mengingatkan bahwa dia sudah keterlaluan.

Saya kira, semua dari kita hampir sepakat. Diabaikan adalah batas saat orang lain tidak lagi memprioritaskan keberadaan kita. Siapa yang suka dicuekin, siapa yang suka ditinggalkan untuk sesuatu yang lain. Saat, sapaan dan salam hangat ditanggapi dengan kepergian dan kediaman tanpa balasan kata. Siapa yang suka keadaan itu?

Wajarkah sikap saya? kini, saya menjadi paranoid untuk mereka yang tidak lagi menghormati saya, untuk mereka yang menganggap mengabaikan saya adalah hal yang tidak menjadikannya berfikir bahwa itu salah. Terus mengulanginya dalam waktu lama.

Sering beberapa teman saya mengeluh. Merasa perbuatannya tidak dihargai orang lain, saat tanda butuh kesendirian tidak lagi diperhatikan orang lain. Saathati mulai merasa sikap baik yang telah diberikan terasa menjadi dimanfaatkan. Saat itu juga saya menjadi marah, marah karena sering kali rasa tidak enak menghalangi mereka mengambil tindakan. Mengapa orang menjadi lemah karena alasan tidak enak, come on.. action to show them that you are not comfort about that.

Mereka yang salah atau saya yang kurang menerima sikap orang lain?? Please, tell me what I have to do??

Selasa, 09 Juni 2009

Beban ada karena saya yang buat...

Saya putuskan. Mending tidur dari pada pusing. Siang ini sebenarnya ada beban yang mengganjal fikiran saya. Masalah terbesar yang selalu muncul di setiap tugas analisis adalah cari bahannya.

Meski perpustakaan menjadi tujuan pertama saya, buku yang dicari tiba-tiba menjadi langka. Otak saya bekerja keras untuk jeli melihat setiap deretan judul di rak perpustakaan. Hati saya semakin mendesak, meminta agar buku segera ditemukan. Keadaan emosional saya semakin panas. Kepala berfikir, mata mencari dan hati berteriak, “cepet temukan bukunya”

Yang dicari, tak kunjung ketemu. Mulailah muncul kekecewaan. Saya kecewa karena apa yang saya inginkan tidak dengan segera dapat saya temukan. Buku yang dicari tidak nongol juga. Di sisi lain, saya memiliki tanggugnjawab untuk mengerjakan tugas ini dengan seriously. Dorongan itu dipacu dengan harapan saya untuk bisa mendapat nilai yang bagus.

Karena ketidakmudahan ini kemudian membuat fikiran saya berfikir betapa sulit tugas ini. Dengan cepat saya memproduksi asumsi dalam diri saya, dan terus mengeluhkan dalam hati “iiihh.. susah banget sih tugasnya”. Tiba-tiba kepala saya menjadi berat. Karena saya terus mendesak fikiran saya dengan bayang- bayang ketidakmudahan dan kesusahan, itu membuat beban saya menjadi semakin memberat.

Berusaha melupakan, dan menjadikan tugas ini sebagai sesuatu yang menggembirakan adalah perkara sulit sekarang ini. Beberapa menit perhatian saya tertuju dengan aktifitas yang saya kerjakan di kost. Seketika saya teringat lagi dengan beratnya tugas ini. Saya murung lagi.

There are always two sides to everyting, begitu kata buku yang pernah saya baca. Selalu ada dua perspektif dalam diri untuk melihat masalah. Untungnya, di lain sisi diri saya, selalu berusaha membuat saya tenang dengan anggapan-anggapan yang mengatakan bahwa tugas ini tidak berat.

Aah’ dari pada pusing mending saya tidur. Semuanya pasti bisa saya kerjakan! Pasti mala bisa…

Rabu, 27 Mei 2009

Untuk Menjadi Lebih Baik

Lain lubuk lain belalang, lain tempat lain juga masalahnya. Menjalani hubungan pertemanan tidak semudah mengedipkan mata. Ada saatnya rasa toleransi terkikis karena bosan. satu orang bercerita kepada saya, menyampaikan sikap temannya yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya menurut dia. Yang satunya lagi, bercerita mengutarakan rasa yang sedang mengganggunya.

Meski masalahnya berbeda, hanya satu penyebabnya. Mereka kurang memberi ruang untuk perbedaan. Saya, kamu dan anda semuanya berbeda. Mengharapkan orang lain bertindak seperti apa yang kita inginkan memang tidak mungkin.

Saling mengerti dan menjadikan perbedaan menjadi hal yang harus diberi ruang untuk diharagai dan dimaklumi, saya kira itu yang harus dilakukan untuk menjadikan hubungan pertemanan menjadi lebih indah untuk waktu yang lama dan tak terbatas.

Karena itu, saya mengerti bahwa sifat yang saya anggap menjengkelakan dari teman saya adalah satu fariasi hidup yang menjadikan saya bisa belajar menerima perbedaan itu. akhirnya tetaplah besikap baik dan jangan mudah dikalahkan dengan perbedaan. Untuk menjadi lebih baik, saya coba untuk melihat perbedaan dalam ruang yang cukup lebar.

Senin, 11 Mei 2009

Sisir Pembawa Konflik...

Siapa sangka hilangnya sisir bisa bikin orang menangis. Cerita ini saya dapat dari seorang teman lama. Begini ceritanya. Suatu pagi disaat sebuah keluarga sedang sibuk mempersiapkan rutinitas paginya, adik bersiap untuk berangkat sekolah, kk juga beres-beres untuk pergi kerja.

Awalnya kegiatan pagi berjalan normal, sampai waktunya untuk berdandan. Karena butuh, sang kk mencari sisir untuk merapihkan rambutnya. Dicari-cari sisir tak kunjung ketemu, si kk bertanyalah kepada adiknya. Adik yang ditanya menjawab dengan jawaban yang tidak diharpakan. Adik tidak mengetahui dimana sisir berada.

Kembali si kk bertanya pada ibu, sang ibu juga menjawab tidak tahu. Waktu semakin menghimpit, si kk harus cepat rapih. Sambil mondar-mandir mencari sisir, si kaka rupanya kesal. Disaat kesal datang sang ibu yang bertanya sudahkan sisir itu ditemukan.

si ibu tidak mendengar jawaban kk. disangka kk tidak menjawab pertanyaannya. akhirnya ibu bertanya dengan nada tinggi “Udah ketemu belum sisirnya!!!!! Ditanya diem aja!!!!!”. Si kk yang sedang kesal terbawa emosinya dengan menjawab dengan nada yang tak kalah kerasnya. sambil berkata! Gak ada!!!! orang tadi aku udah jawab!!!!!

Terjadilah ketegangan dingin yang berlanjut antara si kk dan ibu. Kk pun pergi kerja. Sang ibu kini merasa sedih karena perbuatannya anaknya. Siapa yang salah menurut anda?? Si kk kah karena tidak menjawab ibu. Atau Ibu kah yang tidak mengerti keadaan anaknya yang sedang kesal pada waktu itu??

Sebagai sebuah keluarga, melihat satu anggotanya sedang mengalami kesulitan, ibu yang melihat akan menawarkan pertolongan. Pertanyaan sang ibu kepada kk adalah bentuk kepedulian ibu. Dalam keadaan kesal terkadang kepedulain orang lain justru menambah panas kekesalan seseorang.

Namun yang salah ditafsirkan adalah ketika kondidi si kk yang tidak menjawab. Dimaknai sebagai bentuk ketidak sopanan yang melukai hati ibu. Si kk menganggap, ibu tidak empati padanya, bukan membantu mencari malah memarahinya. Jika tidak ada yang saling mengerti akan mempermudah konflik dingin diantara mereka.

Ibu tetap dengan anggapannya, kk tetap dengan sikapnya. Maka, cobalah untuk saling memberi ruang untuk perbedaan, cara memandang kejadian memang terkadang suka berbeda, namun jika ruang untuk menghargai perbedaan dan mencoba menghadapi kejadian dengan sudut pandang yang baik, tentunya diharapkan semua akan berakhir dengan baik.

Rabu, 22 April 2009

Untuk sebuah identitas...

Terkadang orang suka pamer melalui ucapannya. Berusaha memberitahukan orang tentang rutinitas dan pengalamannya yang penuh gelamoritas. Mereka melakukan itu untuk sebuah pengakuan dari orang lain bahwa dirinya hidup dengan penuh kesenangan, setiap kebutuhan dapat dengan mudah terpenuhi.

Demi kepuasan batinnya, terkadang orang yang suka pamer ini lupa, bahwa orang lain tidak suka dengan cerita-cerita yang tidak sesuai dengan kehidupan mereka. Dia asik dengan cerita dirinya, menceritakan yang sebenarnya tidak penting bagi orang lain. Yang penting orang mendengarkan cerita tingginya itu. Takut dibilang pamer tidak lagi difikirkan, yang ada hanya ego agar orang lain terpesona dengan kehidupannya serba mahal dan terpenuhi.

Padahal, bercerita dengan membanggakan diri sama sekali tidak dapat membuat orang berempati dengan dirinya. Meskipun terlihat mendengarkan, pahamilah hal itu hanya basa basi. Sebenarnya mereka jenuh.

Kuliah dan memperhatikan teori yang disampaikan dosen merupakan kewajiban yang harus dilakukan mahasisiwa. Tujuannya agar apa yang di bicarakan diingat dan menjadi pengetahuan yang bermanfaat di dunia kerja. Agak membosankan memang, tapi hal itu tidak bisa dipungkiri adalah penting

Untuk serius atau tidak memang hal relative yang dimiliki tiap-tiap mahasiswa. Itu masalah pilihan. Ada yang serius dan menonjol di kelas di mata kuliah tertentu. Menskipun tidak semua mata kuliah saya suka, selalu saya usahakan untuk mencoba mengerti. Bukan hanya mata kuliah yang saya utamakan tapi juga dosen yang saya hormatin.

Saat saya jenuh menrima mata kuliah saya selalu berusaha tenang dan mencoba untuk memperhatikan dengan sisa mood yang tersedia, intinya saya selalu berusaha mengikuti ceramah kuliahan. Tapi tidak untuk yang satu ini.

Iklim kelas yang membosankan, terbentuk suasana belajar yang menjenuhkan. Penyampaian yang bagi saya sangat tidak menyegarkan. Jadi males hawanya.. jangankan sampai nyantol pelajarannya , semua ditolah masuk dalam otak ini. Pelajaran kek atau bahkan humornya saja saya tidak bisa membuat saya menyenangi sosoknya.

Jumat, 06 Maret 2009

Mengapa...??

Jangan sedih ketika orang lain mengganggap diri kita tidak penting baginya.

Minggu, 01 Maret 2009

Cenderung Mempertahankan...

Tadi siang, satu pertanyaan menciptakan sebuah perdebatan diskusi. Bukan dari mahasiswa kepada dosennya. Tapi dari teman kepada teman. Satu pertanyaan yang menjadi pertanyaan orang sekelas. Tentang ramalan kiamat di tahun 2012. Sebelumnya, saya dan beberapa teman perempuan menyepakati bahwa masing-masing kami sudah mendengar ramalan itu. Menyampaikan persepsi masing-masing dan bermuara pada satu kekhawatiran. Teman saya yang satu ini, nampaknya tidak puas, dia butuh pendapat yang bisa mengatakan ramalan itu tidak benar, pendapat yang dapat menghapus kegelisahnya.

Sampai akhirnya dia menanyakan kepada satu teman saya, yang bisa dibilang paling menguasai materi agama. Pertanyaan diajukan, dijawab oleh “sang guru”. Penjelasan “sang guru” mulai menarik perhatian teman saya yang lain, membentuk snowball lingkaran diskusi yang diketahui tapi tidak disadari semakin membesar. Keadaan kelas terpusat pada satu teman saya ini. Pertanyaan lanjutan tentang penjelasannya, mulai banyak dipertanyakan teman-teman saya. Pembahasan mulai meluas, sampai pada ciri-ciri zaman mendekati kiamat.

Saya pribadi tidak terlibat aktif dalam diskusi itu. Saya lebih tertarik memperhatikan tanggapan dan reaksi teman-teman. lama-lama terlihat, mereka saling menguatkan argument dengan pertanyaan penegasan atau contoh-contoh. Diskusi mulai menegang, tapi tidak perang. Ketika teman saya merasa jawaban “sang guru” tidak sesuang dengan pendapatnya. Terjadilah saling adu keyakinan.

Disini mulai terliat kecenderungan mempertahankan pendapat …

Sebenarnya, mari kita lihat di awal. Bahwa si penanya awal hanya ingin mendapat jawaban dari pertanyaan tentang kebenaran ramalan itu menurut “sang guru” berdasarkan ilmu Islam, agama yang kami anut. Sebagusnya, jika orang bertanya maka ia menerima penjelasan dari orang yang ditanya. Artinya, penerimaan informasi yang kemudian menjadi pengetahuan, tidak perlu di debatkan.Tapi tidak untuk diskusi ini.

Mungkin akan menjadi berbeda jika pertanyaannya adalah hal eksak, yang sudah terumus. Jawabannya sudah pasti B, orang yang ditanya hanya menjelaskan rumusnya, bukan pemikirannya. rumus tidak bisa di bantah, sedangkan pendapat bisa mendapat perlawanan dari orang yang tidak sependapat. Makanya diskusi kami tidak berujung pada satu jawaban mufakat.

Masing-masing kami bukan mencari jawaban tapi cenderung mempertahankan keyakinannya. apa yang kami fikirkan dan persepsikan tidak sama. Kami ini orang social. Mahasisiwa Komunikasi di Fakultas ilmu social. Jadi, sah saja kami berperang vocal.

Kami tetap yakin, kapan pun Allah berkehendak mendatangkan hari kiamat detik ini, atau berikutnya. Maka akan terjadi, tidak mesti tahun 2012. Bisa lebih cepat atau bahkan jauh lebih lama. Hanya Allah yang tahu. Kita persiapkan saja bekal yang dibutuhkan.

Selasa, 24 Februari 2009

Berbeda...

Saya dan teman saya memang berbeda. Beda keinginan, beda ambisi dan beda tujuan. Perbedaan inilah yang kemudian membuat saya maklum ketika salah seorang teman saya melulu mengeluh pusing kuliah. seolah-olah semua mata kuliah susah dimata dia. Nilai C, tinggal sp.

Tapi… paling semangat kalo ngomongin cowo. Paling dewasa kalo ngomongin bagaimana hidup berumah tangga, bagaimana harus saling pengertian, paling bijak mengatur pengeluaran untuk belanja bulanan.

Ada lagi yang polos banget, gak tau bedanya gelar dokter sama doktor. Ampun deh. Entah apa yang dibaca tiap harinya, entah apa yang ditonton tiap harinya. Tapi y.. begitulah keadaan beberapa teman saya. Mereka-mereka inilah yang terkadang membuat saya jenuh, jengkel, kesal dan geram. Segitu dangkalkah ambisi mereka. Segitu ringankan pencapaian yang ingin mereka raih. Tapi sudahlah, setiap orang berasal dari budaya keluarga yang berbeda. Beda orang tua, beda pula cara penanaman sudut pandang.

Hari ini, saya banyak belajar dari sosok dosen yang baru saya temui di semester empat. Salah satunya, ibu DR. Ratna Noviani. Dosen yang Muda, cantik dan energik. Menyampaikan materi dengan sangat lugas, tepat dan cerdas. Kepiawaian dan kecerdasan beliaulah yang membuat saya terpesona. Terpesona untuk bisa meniru beliau. Berwawasan luas, pandai menyampaikan pesan dan sangat membuka diri pada mahasiswa.

Satu kunci yang harus saya maknai untuk menjadi seperti beliau adalah tidak boleh minim ilmu pengetahuan. Memiliki ambisi yang kuat untuk terus belajar dan menambah wawasan. Fokuskan pada itu, baru kemudian berfikir seperti teman saya di atas, mencari pendamping hidup.

Teman saya itu bilang, jadi wanita memang harus menjadi ibu rumah tangga. Betul, saya setuju dengan itu. Mungkin yang berbeda, menjadi ibu yang bagaimana?? Ibu yang berwawasan luas, atau ibu yang kuliah hanya untuk di bilang lulusan S1?? Sebenarnya, tujuan kuliah yang benar bukan sekedar itu. Semakin luas pengetahuan yang kita miliki akan semakin baik dalam mengelolah kehidupan di keluarga, mendidik anak, berkomunikasi dengan suami. Itu teori yang saya yakini betul.

Kiyai yang berilmu lebih baik dari pada ahli ibadah yang tidak berilmu. Mungkin sebagian pernah kita melihat atau dengar film-film yang menceritakan seorang ahli ibadah yang tidak berilmu kemudian malah musyrik. Kenapa?? Karena tidak ada ilmu yang membentengi dia. Ada bujuk rayu setan, kemudian tergoda dan akhirnya merusak nilai ibadahnya. Dengan ilmu ada bujuk setan, kita bisa menangkis dengan teori-teori atau ilmu yang ada, yang kita pelajari.

Saya bersyukur, memiliki tujuan bahwa wawasan ilmu pengetahuan itu penting, mengejar keinginan dan menjalani big plann saya dengan ambisi yang kuat. Yang saya kira, tidak semua wanita, termasuk teman-teman saya memiliki tujuan yang sama. Yaitu pencapaian karir pekerjaan yang excellent. Good job and good family.

Jumat, 20 Februari 2009

Musim Nikah...

Musim hujan musim nikah, ada duka ada bahagia.. Bulan Januari Februari. Tiga undangan mampir ke rumah saya, acara pernikahan. Mempelai wanitanya teman saya, umur 20 tahun. Usia belum lulus kuliah. Kerjaan belum mapan. Karir belum meranjak. Apa yah yang jadi pertimbangan mereka?

Teman saya bilang, ini sudah jodoh. Jodoh untuk menikah di usia 20 tahun. Memang, nikah adalah pilihan, pilihan adalah masalah waktu. Setiap pilihan berarti disertai dengan kesiapan. Kesiapan untuk menghadapai jenjang kehidupan yang lebih tinggi. Sah saja mereka berfikir begitu, tapi saya memiliki pandangan yang berbeda. Menikah tidak sekedar hidup bersama, punya anak, menjadi ibu, menyiapkan sarapan, pergi kepasar. That is not simple like that.

Perlu bekal untuk mengarunginya. Begitu kompleks. Kolaborasi komunikasi dari dua kepala yang berbeda, menyatukan jalan yang kadang bersebrangan, pengaturan kehidupan untuk anggota keluarga yang makin bertambah dengan kehadiran anak. Tanggungjawab yang mulai berat dengan kehidupan yang mulai serba mandiri. Kewajiban dengan pertumbuhan anak, pendidikan dan mengikuti semua kebutuhan hidup keluarga.

Usia 20 tahun, bekal apa yang sudah bisa dibawa?? Sekedar kesiapan tidak cukup. Sebenarnya hidup ini berjenjang. Saat nikah, ada usianya. Usia dengan segala kemapan: Kemapanan kedewasaan, pengetahuan dan kemapanan karier. Dengan kesiapan yang sempurna, akan mudah nantinya menjalani hidup dalam pernikahan. Level bungsu dari hidup sebelum kembali kepada sang pencipta.

Bagi saya, jalani hidup sesuai tingkatnya. Usia 20, saatnya kuliah, cari pengalaman kemudia kerja, memiliki karier, tabungan lebih dari cukup baru kemudian menikah. Time is come up. Menikah dengan seseorang yang terbaik menurut saya dan orang tua. Dia yang nanti menjadi satu-satunya yang saya punya.

Jumat, 23 Januari 2009

Sosoknya Baru Saya Kenal Hari Ini...

Sosoknya baru saya kenal hari ini, umur sekitar 30an tahun, dengan gaya sederhana berkaos oblong, celana jeans dan tidak nampak sebagai seorang penulis yang sudah melanglang buana ke berbagai tempat di dalam maupun diluar negeri. Minggu pagi, di ruang AR. Fakhrudin lantai 5. Diklat jurnalistik dimulai sekitar pukul sembilan. Awalnya, ketika ada tawaran mengikuti diklat ini, saya pribadi kurang begitu berminat. Karena saya fikir ini hanya semacam kumpul dan diskusi ringan dengan mba dan mas dari Nuansa Kabar. Majalah kampus yang saya ikuti.

Gambaran saya sekedar itu, jadi langkah yang terkayuh di minggu pagi tidak begitu bergairah dan penuh enerjik. Kiranya saya, acara ini tidak mengundang pembicara. Peserta yang hadir y.. sekedar kami anggota buletin Nuansa Kabar. Dugaan saya salah ternyata. Sosoknya datang didampingi mas-mas mengenakan almamater kampus. Siapa ya?? saya tidak kenal. Begitu sederhana. Rambut botak depan dan berkumis tebal.

Sebelum moderator membuka acara. sambil pembicara mengisi biodata. Beberapa orang yang sudah senior di buletin Nuansa Kabar membagikan majalah dengan halaman yang sudah terbuka. Halaman dimana terdapat tulisan sang pembicara pada diklat jurnalistik ini. Ooohh... namanya bpk Joni Ariadinata. Redaktur majalah Horison.

Sosoknya masih saya ragukan akan menyampaikan materi dengan penyampaian yang menarik. Di gambaran pemikiran saya, entah kenapa, apa mungkin saya terlalu parno dengan kegiatan perkuliahan yang datang, duduk, terpaksa mendengarkan dosen menyampaikan materi, semuanya adalah penting, orientasinya pada ujian akhir semester. Sangat melelahkan. Jadi, ketika ada seminar dan sebagainya, bayangan saya seperti duduk di bangku kuliah dengan dosen mengajar membosankan. Pembicaraannya semua tentang teori. Bosen kan dengernya.

Apa yang saya gambarkan runtuh berkeping-keping. Bpk Joni Ariadinata ternyata sosok yang menarik. Beliau paham betul bahwa teori-teori tentang menulis sangat mudah untuk dipelajari. Ada puluhan buku yang membahas tentang cara mudah untuk menulis. Artinya, jika kit hanya ingin mengetahui cara menulis yang baik, bisa dengan mudah membaca buku. Prakteknya tidak sesimple itu, mengetahui teori tidak lantas menjamin seseorang akan menjadi penulis berkualitas. Good educations doest not ensure we will be come competent in writing. Sama seperti ketika kita belajar berenang, teorinya sudah kita hafal betul, tapi ketika langsung berada di air, jika belum latihan, maka teori yang sudah kita hafal tidak akan berfungsi. Menulispun begitu, perlu banyak latihan. Karena itu adalah proses.

Kata pak Joni, menulis tidak memerlukan bakat. Asalkan ada keinginan dan terus mencoba, berlatih. Tinggal masalah waktu. Satu kunci yang harus dipegang, yaitu istiqomah. Awalnya memang susah untuk dapat menulis dengan lancar. tapi jika kita istiqomah. Ada saatnya menulis menjadi mudah, dan membuat orang kecanduan.

Spektakuler, satu kata yang saya usung ketika acara usai. Semua materi yang disampaikan pak Joni membuka fikiran saya. Applause saya berikan dengan penuh penghormatan kepada pak Joni. Semangat saya serasa recharging. Semoga suatu saat saya bisa bertemu bpk lagi. bertemu di acara dan kesempatan lain.

Jumat, 16 Januari 2009

My heart burden be...

Teman, Keluarga, Pelajaran dan keinginan. Semuanya menjadi focus pikiran saya saat ini. Belakangan, selama ujian UAS semester 3, suasana bising selalu saya hindari. Galau, itu mungkin yang saya rasakan semuanya terasa berat saat itu. Keadaan teman yang tidak mengenakkan, mata kuliah yang bikin emosi, tugas seabrek, belum lagi kendala laptop yang error tiba-tiba. Takut menghadapi hari esok dengan pekerjaan yang belum pasti. Perasaan bersalah dan tidak berguna, serasa hantu yang terus mengikuti pikiran saya kemana pun saya pergi.

Dua hari yang lalu, teman lama saya menyapa malalui sms, sekedar menanyakan kabar, berbincang ringan dan menyenangkan. Cerita pun mengalir dari kami, balas balasan sms menanykan hal ini itu. Sampai pada saat saya merasa butuh untuk menceritakan apa yang menjadi beban saya saat ini. loe tuh bukan bego, kata dia. kalo sekarang loe belum berhasil, emang belum saatnya loe mendapat apa yang loe pengenin. y memang, tapi saya capek dengan semua ini. Capek dengan menunggu. Walau protes dalam hati, saya tetap mencerna maksud kata-kata teman saya. Dia betul, ini semua bukan karena saya bego, bukan karena saya tidak mampu. mungkin saja usaha saya yang kurang maksimal. Masih banyak yang harus saya pelajari dari kekurangan - kekurangan saya.

Meski sekarang saya belum puas dengan apa yang saya dapat. Gak selamanya kegagalan itu menyakitkan. Saatnya nanti ketika keberhasilan yang saya inginkan tercapai, saya akan tersadar bahwa semuanya muncul dari kesalahan. Kesalahan yang menyentil saya dari keteledoran dan mengembalikan saya kejalan yang lurus, jalan semangat.

Biarlah hidup ini mengalir dengan pasti, program hidup yang sudah direncanakan tak apa berbelok asal tetap terarah dan terkendali. Saat ini adalah waktu saya belajar dari semua kesalahan yangpernah saya perbuat. Terus semangat dan focus pada satu pencapaiian yang saya inginkan. Mala, semuanya akan menjadi indah pada waktunya. Lah... kaya lirik lagu.