Laman

Selasa, 04 Mei 2010

Dipercaya, Bebankah?

Menerima sebuah kepercayaan adalah kebanggaan. Satu representasi atas sedikit potensi yang diakui orang lain. Hanya, kepercayaan menjadi beban saat mengerti bahwa di balik kepercayaan ada satu harapan orang lain yang harus dipenuhi.

Jarang saya memberanikan diri menunjukkan kemampuan dan pandangan kepada orang lain. Menonjolkan diri di depan publik dengan tanpa tuntutan begitu sulit dilakukan. Berbeda dengan beberapa teman yang memiliki kemampuan vokal dan keberanian menyuarakan apresiasinya, berargumen dan berdebat untuk satu kepercayaan yang mereka yakini.

Saya diam, bukan berati tanpa pandangan, bukan berarti tanpa tanggapan, saya takut berwacana saat materi yang saya punya begitu minim. Meski terlihat non-aktif, hati dan fikiran saya terus bekerja melihat setiap permasalahan yang didiskusikan. Mencoba memola, mendiaknosa point penting mana yang menjadi tujuan utama pembahasan. Titik yang memiliki insight didalamnya.

Saya berusaha melihat semuanya secara sederhana dan sistematis, meruntun alur cerita dan melihat permasalahan diporsinya. Saya tidak mampu berfikir yang “tinggi-tinggi”, dan memang tidak ada ketertarikan di pola pikir yang begitu cyber dan kritis. Saya lebih tertarik meresapi setiap issu dalam pandangan kehidupan yang tidak terlalu idealis.

Pandangan ini yang membentuk saya menjadi mahasiswi yang tidak kencang menyuarakan lantang vokal ketidaksetujuan: mengkritik dan memprotes satu permasalahan. Sungguh saya malu saat berkata tanpa data dan pengetahuan. Ditengah rasa ketidak percayaan diri. Ada satu penawaran kepercayaan. Saya bingung, bahagian sekaligus khawatir, mampukah saya? rasanya menjadi sungkan dan tidak nyaman.

Namun saya sadar bahwa angan dan impian yang ingin saya gapai di hari nanti membutuhkan satu langkah pemula untuk mengawalinya. Dibalik kepercayaan yang diembankan, disana terdapat proses yang menguntungkan. Tanggungjawab dan kerja maksimal adalah langkah yang harus saya lakukan. Nantinya ada bonus yang diterima yaitu pengalaman dan pengetahuan atas dinamika yang diberikan kesempatan.

Masalah Menjadi Indah Setelahnya...

Mendengar dan menyaksikan kehidupan orang lain membuat saya merasa, bahwa semua pernah mengalami sedih dan gelisah. Menangis adalah saat batin tidak mampu menahan kesedihan, marah dan kecewa adalah saat hati tidak bisa menerima keadaan

Saya pernah mendapat pertanyaan bagaimana caranya untuk menjadi dewasa. Tersentak saya berfikir, jawaban apa yang harus diberi. Mengapa orang mencari arti kedewasaan saat mereka menghadapi kesulitan, mungkinkah mereka kira kedewasaan adalah sisi lain dari permasalahan. Bagi saya, kedewasaan merupakan proses yang didapat bersama masalah. Tanpa permasalahan kedewasaan tidak akan berkembang

Hari ini ingin berterimakasih atas sekolah kehidupan yang telah di beri sanga Maha Kuasa, berkat-Nya, saya belajar memahami dan menerima setiap kesulitan. Mendewasakan perasaan dengan tetesan air mata. Mungkin sudah ribuan tetes. Namun berkat itulah saya mampu menjadi wanita yang tidak lagi melihat perbedaan sekecil kuku kelingking

Jika jeli, setelah susah, sebenarnya ada pelajaran luar biasa yang bisa diambil. Seolah diatur dalam cerita, Sang Maha Kuasa akan mempertemukan kita pada kejadian lain yang menyadarkan bahwa masalah yang dahulunya terasa pahit berubah menjadi penuh hikmah, lalu kita mengerti bahwa kesedihan dan kesulitan adalah pondasi awal untuk mampu memandang hidup dengan bijaksana

Ada proses yang harus dijalani untuk menjadi individu yang baik, begitu pula keindahan dan kekurangan yang dimiliki seseorang akan muncul seiring kematangan mereka dalam melihat dan menapaki setiap kejadian. Dengan penuh pengertian pastinya.