Laman

Kamis, 18 November 2010

Sudah siap ketupat dan tape uli, “Mau..?”



Suara takbir, paling ampuh mendatangkan keharuan, me-redintegrasi semua ingatan. Selepas mahgrib suara takbir dari masjid-masjid lantang sekali terdengar. Saya, yang sedang asik menulis malam itu langsung merinding dan terbayang rumah. Sedih mengharukan. Sebenarnya sudah tahu besok idul adha, tapi awalnya biasa saja, besok idul adha, sholat ied, potong kurban dan saya tidak di rumah. Tapi itu penilaian sesaat sebelum redintegrasi datang. Suara takbir pertama kali membangunkan bulu kuduk saya, yang tadinya tidak sedih dan lupa rumah, tiba-tiba terbayang semuanya. Buliran air mata membasahi pipi (Halaah.. seperti ungkapan cinta laila kepada majnun saja) ia datang tanpa di minta tanpa di undang. Sampai-sampai keteteran juga menahannya. Jadi, saya biarkan ia mengalir, hitung-hitung mencuci mata. Rupanya air mata ini benar-benar datang dari dalam hati, sangat deras dan menguras tenaga. Saya raih hp yang tergeletak di atas kasur. Dengan cepat saya pencet menu message sampai muncul Write Massage, mulailah saya memilah tuts, merangkai kata, menanyakan sedang apa ibu di rumah? Masak apa untuk lebaran besok?

Untuk sejenak, saya hentikan semua kegiatan yang sedang berlangsung, sambil menunggu balasan sms dari ibu. Di jalan, terdengar suara kentongan dan bedukan, rupanya kumpulan anak-anak kampung yang keliling sambil takbiran. Di sini masih ada kebiasaan keliling kampung sambil bawa arak-arakan, kentongan yang dibawa dari apa saja, ada yang dengan bambu bahkan ada juga yang membawa kaleng, yang penting mengeluarkan suara.

Dreeed dreeed.. getaran hp terdengar. Segera saya buka pesan baru di inbox, dari ibu. Pesan singkatnya memberitahu bahwa di rumah sudah siap ketupat dan uli tape ketan, makanan yang paaling saya suka. Di ujung sms’nya, ibu menggoda saya dengan kalimat “mau..?” . haduuuhh... sudah pasti saya mau.. tapi gimana bisa, huuuuuh.... bisa saja ibu ini, menggoda anaknya pake makanan. Mana tahaan. Walhasil otak saya penuh bayangan lezatnya makanan itu.

Walau kangen, mau di apakan lagi, bukankah kuliah jauh adalah jalan yang saya pilih. Tidak ada paksaan dari orang tua, sungguh-sungguh berangkat dari kesadaran sendiri, jadi segala resiko seperti ini, kangen rumah, y harus diselesaikan sendiri.. tanggungjawab sudah memilih menuntut ilmu jauh dari rumah, jauh dari orang tua. Mesti di goda ibu membuat saya sedikit kesel, gk ada empatinya sekali ibu ini.. namun hati saya menjadi lega. Setidaknya sudah mendengar ibu guyon walau sekedar lewat sms. Di sini saya juga tidak sendiri, ada teman-teman yang senasib dengan saya. Setelah kembali tenang, saya lanjutkan kegiatan yang tertunda tadi, sambil dilanjutkan dengan merangkai tulisan ini tentunya 

Yogyakarta, 15 November 2010
At 19:00

Selasa, 16 November 2010

Berburu Bacaan “‘pelarian” untuk Merasionalkan Perasaan

Selesai sudah buku berhalaman 299 saya baca. Judulnya memang sedikit kurang menarik, terutama untuk saya, yang sama sekali tidak mengerti balapan motoGP. Ya, buku yang ada ditangan saya berjudul “Valentino Rossi” sebuah autobiografi tentang pembalap terkenal itu. Bukan maksud untuk menjadi seorang pembalap, bukan juga untuk mengetahui seperti apa rupa mesin-mesin motor besar itu. Saya hanya membutuhkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di benak. Sebenarnya mental seperti apa yang harus dimiliki seorang juara. Pernahkan Rossi mengalami kebingungan dan kegelisahan serupa dengan saya. Kecewa dan harus menjalani masa-masa sulit untuk membesarkan hati agar ikhlas, menangani keadaan yang merepotkan, planing terpaksa berantakan, waktu terbuang sia-sia. Apakah Rossi juga merasasakan hal yang sama??

Lembar demi lembar saya lalui, menyimak dan menikmatan cerita yang ditulis, sesekali saya percepat speed membaca di bagian cerita tentang kehebatan onderdil motor. Namun entah mengapa rasanya ingin terus membaca. Hidup terlihat seperti balapan, memacu kecepatan untuk mendapat kemenangan. Ada peluang sekaligus resiko di setiap tikungan. Meski sakit dan melelahkan, jatuh dan tersungkur adalah proses belajar yang harus di lalui. Bagi pembalap, Garis finis tidak lagi harapan pribadi, tapi harapan semua orang yang menaruh hati. Itu sebabnya kadang kala, manusia menjadi agresif, berjuang demi memberi hasil yang dinginkan orang lain.

Sebenarnya, buku ini buku kedua yang saya baca sebagai bacaan “pelarian”. Buku “pelarian” pertama adalah buku Laila Majnun, yang sudah saya tamatkan selang beberapa hari sebelum autobigrafi Valentino Rossi. Dan saat ini, saya sedang membaca buku “pelarian” yang ketiga yaitu Dahlan Iskan Ganti Hati, buku keluaran tahun 2007, yang mendapat gelar best seller karena terjual mencapai angka 10.00 eksemplar di cetakan ke empat.

Buku-buku ini saya baca bukan tanpa alasan. Saat-saat sekarang, seharusnya saya mencekoki diri dengan literatur teoritis. Gunanya untuk memperdalam pemahaman saya mengenai topik yang saya angkat untuk skripsi, gelar S1, ya... saya baru akan menyelesaikan S1. Entahlah, rasanya saya ingin istirahat dari ketegangan berfikir. Lebih tepatnya saya ingin lari, menyingkir sejenak dari lelahnya menunggu data yang belum lengkap saya peroleh. Ini semakin membuat saya tegang, waktu semakin sempit, harapan sudah terlanjur saya gantung tinggi-tingi, dan kini, saya lihat tali penyanggah harapan mulai menipis, terus menipis, dibawahnya sudah siap batu cadas, kapan-kapan kalau tali itu benar-benar putus, bebatuan di bawah adalah landasan mematikan. Sadar bahwa keadaan ini tidak bisa di biarkan, saya butuh pengetahuan yang mampu mematikan fikiran pesimis saya. Yaitu pelajaran yang memberikan nilai-nilai kepada otak untuk mampu memanipulasi perasaan, y.. sebenarnya yang saya idap adalah penyakit perasaan. Semangat kendor, melihat hanya dari sisi pesimis, mau bangkit namun belum mampu. Keadaan ini tentu tidak baik jika dibiarkan. Maka, saya putuskan mondar-mandir di perpustakaan kampus untuk mencari bacaan yang dapat merasionalkan perasaan saya. Terpilihlah ke tiga buku itu.

Buku laila majnun saya pilih dengan alasan, saat itu saya ingin benar-benar berhenti memanasi hati, saya butuh sesuatu yang dapat menyiram padam kobaran kegelisahan dan kebingungan. Kata orang cinta merupakan sesuatu yang menenangankan, indah dan bersahaja. Nyatanya membaca cinta majnun kepada laila malah membuat saya berfikir betapa sulit dan tidak menyenangkan cinta mereka. Jika sang pecinta dan yang dicinta mengalami hal dan prinsip serupa dengan majnun alangkah menyedihkan. Buku kedua, autobiogfari Valentino Rossi saya pilih, seperti alasan saya di atas, bahwa penasaran saja bagaimana perjalanan karir dan konflik batin Rossi pindah dari motor super hebat ke motor yang kecepatan mesinnya jauh di bawah motor hebat itu. Sedangkan buku ketiga, sekaligus yang masih saya baca sampai tulisan ini selesai saya kerjakan (saat memositing ke blog, buku itu telah kelar saya baca) adalah buku yang saya pilih tanpa berpikir apapun. Saya lihat, saya pegang, tiba-tiba saya keluarkan kartu perpusatakaan sebagai simbol bahwa saya siap meminjam buku ini. Mulailah pertemuan saya dengan sosok Dahlan Iskan. Tiap cerita dan deskripsinya saya nikmati sambil sesekali saya telan mentah-mentah pikiran dan nilai yang dituliskan Dahlan.

Belajar dari tokoh-tokoh terkenal memberi spirit tersendiri untuk men-charger semangat yang mulai kendor. Saya mulai menemukan apa yang saya butuhkan dari membaca autobiografi tokoh yang terkenal dengan nomer 46-nya. Saya mulai menenangkan kegelisahan perasaan dengan kalimat-kalimat indah majnun kepada laila. Saya juga mulai menanamkan nilai-nilai yang diberikan Dahlan Iskan kedalam penalaran otak saya. Dan, ketiga buku ini memberi saya satu kesimpulan, bahwa bukan tanpa hambatan seorang hidup, apa yang mau di kecewakan dari hambatan jika dia sebenanrnya memberi pelajaran dan kematangan dalam setiap prosesnya. Manusia dilengkapi otak yang luar biasa, melebihi makhluk manapun di muka bumi. Berputus asa, hanya akan menumpulkan kemampuan otak. Alangkah baiknya, jika dalam keadaan lancar, tetap berpikir dan di saat terhambat semakin memacu untuk menggunakan otak.

Rabu, 03 November 2010

Dua Sisi Alam...

Its all about, its all about a life. Siapa yang bisa menerka bencana apa lagi yang akan terjadi. Sudah disibukkan banjir, ditambah tsunami dan kini letusan gunung merapi. Mau apa lagi setelah ini alam berbicara?’ memberi kengerian di balik keindahannya. Hujan dengan kedamaian bulir tetesan air, memberi banjir, jalan-jalan rusak, orang terjebak dan merenggut nyawa. Pantai dengan riuk ombak, angin nyiur melambai mempersembahkan tsunami yang menggerus tanpa pilih-pilih, rumah, tumbuhan, hewan dan manusia, ditebas habis sampai hilang nyawanya. Gunung hijau menyejukkan, riuh suara burung, udara dingin yang menyegarkan paru-paru, menjadi liar saat meletus, bukan lagi udara sejuk yang diberikan tapi hujan awan panas 600 derajat celcius. Tidak ada yang dapat bertahan, mbah marijan sang guru kunci ikut tewas karenanya.

Saya menyukai hujan, menyukai gunung dan juga suka pantai. Semuanya komponen alam yang memberi ketenangan dan kedamaian yang begitu mendalam. Indah, tenang dan sangat bersahabat. Saya rindu hujan saat panas menyengat kulit, saya rindu pegunungan saat mata lelah melihat deretan gedung. Saya rindu laut saat hati ingin kebebasan dan perenungan. Tetesan hujan, memberi irama cucuran air, menyeruakkan wangi debu, basah, segar. Gunung, dengan alam yang begitu hijau meruntuhkan setiap beban pikiran dan emosi yang dirasa. Sering kali gunung menjadi tempat pelarian dari setiap penat yang menghampiri. Laut, bagi saya adalah tempat terindah untuk mengagumi pesona alam, bumi, matahari, awan biru, pasir, pohon kelapa. Kombinasi warna bukan tiga dimensi. That’s real.

Namun kini, belakangan waktu ini, oktober tepatnya, menjadi waktu alam menunjukkan sisi lainnya. Di jarak yang tidak jauh berselang, aspek-aspek keindahan itu menunjukkan keganasan. Gunung tak lagi memberi ketenangan, hujan tak lagi memberi kedamaian, laut menenggelamkan pantai. Jiwa-jiwa melayang, membawa tangis dan trauma mendalam. Memang bukan kali pertama, dulu bencana-bencana seperti ini juga ada. Saat kesedihan dan ingatan itu mulai ditinggalkan, kembali lagi musibah alam melanda. Walau sedih dan menakutkan, melahirkan banyak air mata dan kepiluan namun Inilah hidup.. musibah juga bagian dari hidup..