Laman

Kamis, 04 Juli 2013

Saya, Butuh Lima Tahun untuk Menemukan Cara Mengatur Keuangan!


“Omelan” orang tua yang sampai sekarang ini  masih terngiang adalah “hemat nak, jangan boros-boros, belajar hidup perihatin”.

Nasehat itu adalah refleksi perasaan ibu saya yang melihat anaknya terlalu boros.  Bayangkan, jika uang saku untuk sebulan habis dalam waktu dua minggu, bahkan pernah habis dalam satu minggu.
Sifat uncontrolled seperti ini sebenarnya saya tahu penyebabnya yaitu kurangnya manajement keuangan. Saya terlalu mengikuti keinginan tanpa memikirkan apakah dengan pengeluaran yang berlebihan akan menutup biaya hidup selama sebulan. Saya sering lepas control belanja, makan dan jalan-jalan. 

Difikiran saya saat itu adalah uang habis masalah belakangan, dari pada saya bĂȘte menunda kesenangan shopping atau dari pada saya sendiri di kost mending ikut temen jalan-jalan, padahal uang tinggal sedikit. Dan penyesalan biasa datang belakangan. Sebagai anak kost mau tidak mau harus telephone minta uang, saat-saat seperti itu biasanya saya bertekat, bulan depan harus hemat, berjanji di telephone dengan ibu saya tidak akan terulang kejadian seperti ini (uang saku habis duluan). 

Apa yang terjadi di bulan berikutnya? Yupzz, saya tidak bisa berhemat. Terus seperti itu selama saya kuliah. Karena saya tahu bahwa ibu saya tidak akan tega, walaupun ngomel-ngomel pasti tetap ditransfer. 

Namun, dalam hati saya tidak terima keadaan boros saya ini. Sampai saya kerja memiliki penghasilan sendiri, barulah ada peningkatan, uang gaji dapat bertahan selama sebulan, artinya saya tidak kehabisan uang ditengah bulan. Tetapi buruknya, saya tidak bisa menabung. Sampai pada saat saya mendengar teman-teman dekat saya sudah memiliki uang tabungan. Dan jumlahnya tidak sedikit. Saya mulai berfikir bagaimana caranya untuk menabung. Menabung di bank masih ada ATM dan itu tidak pernah berhasil sejak jaman kuliah. Muncul ide menggunakan celengan plastik dengan syarat sehari menabung dua ribu rupiah, wajib! Hal ini berlangung hanya beberapa bulan. Bulan berikutnya tebok celengan karena kepepet, uangpun raib. 

Langkah berikutnya menyiapkan amplop yang ditulis keinginan. Waktu itu ada beberapa keinginan saya, yaitu rumah baru dan liburan ke Singapur. Alhasil saya siapkan dua amplop yang masing-masing saya tulis di atas amplopnya “untuk ke Singapur” dan “untuk rumah baru” dengan ketentuan tiga ratus ribu perbulan di masing-masing amplop selama dua tahun. Cara ini pun gagal total! Hanya bertahan beberapa bulan. 

Sampai melakukan Anatomi Slip Gaji juga pernah, meski tidak se-detail yang diajarkan LiveOlive dalam Bagian 1 : Anatomi Slip Gaji. 

Disitu saya hanya memetakan dari Slip Gaji bulan ini pengeluaran belanja pokok bulanan (sabun, shampo, pembalut dll) adalah sekian, parfum habis maka saya anggarkan sekian, sepatu diganti saya anggarkan sekian, setelah di total tersisah Rp. 1jt (misal), masih bisa untuk nabung dua ratus ribu (misal). Sisa bersih berarti delapan ratus ribu. Secara logika uang ini cukup seharusnya, mengingat  pemetaan diatas sudah cukup rapih. Tetapi apa yang terjadi? GAGAL TOTAL!! Implementasinya tidak jalan. Parfum yang sudah dianggarkan tidak kebeli. Sisa yang seharusnya cukup malah terasa kurang. Tabungan tidak bertambah-tambah. 

Intinya saya tidak pandai menahan diri untuk teratur mengeluarkan uang. Jika sudah ingin, maka ambil! Saya sadar sepenuh hati itu salah, tapi susaaaah menahannya!! Rasanya, sudah buntu menasehati diri ini! Apa lagi yang harus dilakukan untuk mengolah uang. 

Untungnya saya sadar, dan jika sudah begitu saya harus banyak membaca terkait manajemen keuangan. Banyak tips dan trik saya baca dan salah satu yang menggugah adalah tulisan dalam situs LiveOlive mengenai kutipan wawancara dengan Wulan Krabbe:

 “Apa Konsep Uang bagi Anda Sekarang?” 

Uang mengizinkan anda untuk memiliki kebebasan, sebab uang memampukan anda melakukan hal – hal dalam hidup ini yang tak dapat anda lakukan tanpa uang. Oleh karena itu setiap koin berharga bukan hanya untuk membayar tagihan, namun juga disimpan untuk menghasilkan lebih banyak lagi

Kalimat yang saya garis bawah menyadarkan sekaligus memberi saya cara mengatasi kesulitan ini. Bahwa saya tetap harus “menyimpan” hanya caranya yang mungkin berbeda dengan kebanyakan orang. Menyimpan tidak harus dalam bentuk uang bukan? -Bisa barang, oke, kalau begitu saya mulai langkah ini. 

Caranya, saya membeli perhiasan cash di toko tetapi angsurannya ke ibu saya (heheheheh) maksudnya saya kasbon ke ibu. Ide ini bagus karena Saya dipaksa mengeluarkan uang dengan tujuan yang sudah jelas. Dibanding saya petakan seperti anatomi gaji, tetapi tidak terlaksana sesuai rencana. Lebih baik saya berhutang dan barangnya Nampak. 

Hutang menjadi beban tersendiri yang harus diprioritaskan. Artinya, saya lebih bertanggngjawab untuk melunasi hutang. 

Tahap selanjutnya “menyimpan” dalam bentuk modal usaha. Sekarang ini saya sedang menjalankan usaha kecil-kecilan menjual aksesoris handmade, bekerjasama dengan teman saya di Jogja. Ini bagus, karena fokus pengeluaran gaji saya adalah untuk modal usaha. Dengan begitu saya lebih gigih memajukan usaha karena jika tidak, maka tidak balik modal. Disamping uang ter-investasikan, saya juga memilki pengalaman baru dalam ber-wirausaha. 

*****
Dari pengalaman mengatur keuangan ini saya menjadi suka dengan pepatah “Banyak Jalan Menuju Roma” memang dibutuhkan banyak kelokan untuk mencapai tujuan, yang penting temukan cara mu dalam mengolah uang. Karena meski saya dulunya boros, tetapi saya sadar bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan pengaturan keuangan yang baik. 

Untuk dapat belajar mengatur keuangan dengan baik, teman-teman dapat bergabung di ;

Selamat menemukan cara mu mengatur keuangan..!!
Cheers...!!
Mala


Rabu, 03 Juli 2013

Kesalahan Pengusaha Pemula



“Jika ingin cepat kaya, maka jadi pengusahalah”. Berapa gaji anda sebagai karyawan? Cukup tidak untuk kredit Rumah? Kredit Kendaraan? Ikut Asuransi?  

Saya pribadi menjawab tidak cukup! Maka yang terlintas pertama adalah BISNIS. Entah dari mana datangnya pemikiran itu. Tapi mari lihat, siapa pemilik rumah mewah di Pondok Indah? rumah mewah di Summarecon? Rumah mewah di Harapan Indah? –mereka adalah pebisnis- selain tentunya pejabat.

Satu lagi kejadian unik yang memperkuat statement diatas. Suatu hari teman saya ingin melakukan transfer tabungan ke bank lain. Dalam menunggu proses, customer bertanya (karena melihat saldo yang besar) “memang mbak usaha apa?” – teman saya adalah guru yang juga pengusaha. Lihat pola pertanyaan sang customer, “mbak usaha apa?” bukan “mbak kerja dimana?”
 
Saya bekerja, tetapi saya juga belajar menjadi entrepreneur di

Untuk pemula, maka artikel dibawah ini bisa menjadi referensi.


Sumber : peluangusaha31.blogspot.com (tgl akses 03/07/2013)

Melakukan segalanya sendiri (single fighter)
Di awal menjalani kehidupan berwirausaha saya punya sifat seperti ini. Mungkin juga karena lagi semangat2nya dan idealis2nya. Entah kenapa teman-teman saya wirausaha pemula juga beberapa melakukan hal ini dan mereka sepertinya gagal juga. Analisis saya kenapa orang melakukan wirausaha sendiri gagal adalah mungkin karena mereka jarang melihat sudut pandang lain. Setiap mengambil keputusan mereka menggunakan sudut pandang pribadi. Padahal kalo ilmu masih cetek keputusan tersebut cenderung salah. Tapi ada juga yang wirausaha sendiri berhasil. Temen-temen saya yang berwirausaha sendirian (single fighter) berhasil umumnya mereka memiliki sifat berikut : supel, banyak teman, humble. Analisis saya lagi, mungkin dengan sifat inilah mereka mendapatkan banyak masukan atau sudut pandang lain sehingga keputusan-keputusan bisnisnya kemungkinan besar tepat. Oh ya, saya ga percaya kalo dikatakan wirausaha hebat punya intuisi, yang ada adalah mereka tekun dan terus belajar dari apa yang ada di sekitarnya.

Salah memilih bidang bisnis
Lagi-lagi ini pengalaman bisnis saya juga. Tapi lagi-lagi beberapa temen yang gagal saya amati juga demikian. ketepatan memilih bidang bisnis menurut saya cukup urgent. Kenapa sih bidang bisnis yang dipilih harus tepat? jelas, ini menentukan sustanability bisnis. Mereka yang berbisnis dengan market yang kecil, banyak kompetitor, dan juga jenuh umumnya kurang sustain. Bisa aja si diawal sukses, tapi kalo bicara masalah sustanability kita bicara jangka panjang. Ada juga yang tahu mereka salah memilih bidang bisnis, kemudian mereka expand ke bisnis yang memiliki rantai nilai tak jauh dari bisnis sebelumnya. Oh ya, ini asumsi kalo sukses bisnis dinilai dari banyaknya revenue yang didapat. Kalo anda menilai sukses bisnis karena bisnis tersebut survive bisa jadi anda punya pandangan lain dengan saya. Contohnya menyikapi orang-orang yang motivasi bisnisnya karena kesenangan/passion. Bisnis distro, indie band, atau game indie. Tapi ada juga yang sukses dalam dua sudut pandang itu. Mereka berawal dari passion dan mereka sukses secara revenue. Analisis saya, mereka sukses karena pas memilih bidang bisnis atau pas pasar sedang mengarah kesitu (terjadi pergeseran asumsi di masyarakat), contohnya terjadi pada industri distro. Walaupun menurut saya, teori ‘passion’ atau ‘lentera hati’ yang pernah disiarkan di kick andy masih bisa menjadi perdebatan.

Terpaku pada hasil/Uang
Sungguh di dunia ini tidak akan ada hasil tanpa melalui proses yang cerdas, efektif dan bermutu. Saya suka mengkritik motivator-motivator yang suka menggambarkan betapa mudahnya sebuah kesuksesan (terutama orang-orang di bisnis MLM). Seolah-olah hasil tersebut bisa didapatkan hanya dalam sekejap tanpa proses yang cerdas, efektif dan bermutu. Jelas ini filosofi yang menyesatkan. Apalagi kalo framework seperti ini kita gunakan terus dalam dunia bisnis atau misalkan jadi professional. Yang ada walaupun sukses tapi caranya sangat merugikan orang lain dan cenderung tidak adil. Tentu ini tidak baik bagi peradaban dunia ini (halah ngomongnya ko uda peradaban aja..). Lalu kenapa sih orang yang terpaku pada hasil bisa gagal berwirausaha? umumnya yang saya lihat mereka tidak terpaku pada proses. Porsi berpikirnya banyakan hasil daripada proses itu sendiri. Inilah yang membuat mereka gagal. Semacam mimpi tanpa diimbangi eksekusi yang bermutu. Hati-hati untuk para mahasiswa, kadang sikap idealisme sering menjerumuskan pada sikap seperti ini. Makanya sikap idealisme harus diimbangi dengan sikap realisme dan juga konkritisme agar eksekusi atas semua idelisme kita berjalan mulus.

Itu saja beberapa poin penting yang saya amati, mudah-mudahan temen-temen lain yang punya sudut pandang lain bisa menambahkan dengan menjawab pertanyaan, “Kenapa sih anda gagal bisnis?” agar bisa menjadi pelajaran bagi orang lain.