“Jika ingin cepat kaya,
maka jadi pengusahalah”. Berapa
gaji anda sebagai karyawan? Cukup tidak untuk kredit Rumah? Kredit Kendaraan? Ikut
Asuransi?
Saya
pribadi menjawab tidak cukup! Maka yang terlintas pertama adalah BISNIS. Entah dari
mana datangnya pemikiran itu. Tapi mari lihat, siapa pemilik rumah mewah di Pondok
Indah? rumah mewah di Summarecon? Rumah mewah di Harapan Indah? –mereka adalah
pebisnis- selain tentunya pejabat.
Satu
lagi kejadian unik yang memperkuat statement diatas. Suatu hari teman saya
ingin melakukan transfer tabungan ke bank lain. Dalam menunggu proses, customer
bertanya (karena melihat saldo yang besar) “memang
mbak usaha apa?” – teman saya adalah guru yang juga pengusaha. Lihat pola
pertanyaan sang customer, “mbak usaha apa?” bukan “mbak kerja dimana?”
Saya
bekerja, tetapi saya juga belajar menjadi entrepreneur di
Untuk pemula, maka artikel dibawah ini bisa menjadi referensi.
Sumber
: peluangusaha31.blogspot.com (tgl akses 03/07/2013)
Melakukan segalanya
sendiri (single fighter)
Di
awal menjalani kehidupan berwirausaha saya punya sifat seperti ini. Mungkin
juga karena lagi semangat2nya dan idealis2nya. Entah kenapa teman-teman saya
wirausaha pemula juga beberapa melakukan hal ini dan mereka sepertinya gagal
juga. Analisis saya kenapa orang melakukan wirausaha sendiri gagal adalah
mungkin karena mereka jarang melihat sudut pandang lain. Setiap mengambil
keputusan mereka menggunakan sudut pandang pribadi. Padahal kalo ilmu masih
cetek keputusan tersebut cenderung salah. Tapi ada juga yang wirausaha sendiri
berhasil. Temen-temen saya yang berwirausaha sendirian (single fighter)
berhasil umumnya mereka memiliki sifat berikut : supel, banyak teman, humble.
Analisis saya lagi, mungkin dengan sifat inilah mereka mendapatkan banyak
masukan atau sudut pandang lain sehingga keputusan-keputusan bisnisnya
kemungkinan besar tepat. Oh ya, saya ga percaya kalo dikatakan wirausaha hebat
punya intuisi, yang ada adalah mereka tekun dan terus belajar dari apa yang ada
di sekitarnya.
Salah memilih bidang bisnis
Lagi-lagi
ini pengalaman bisnis saya juga. Tapi lagi-lagi beberapa temen yang gagal saya
amati juga demikian. ketepatan memilih bidang bisnis menurut saya cukup urgent.
Kenapa sih bidang bisnis yang dipilih harus tepat? jelas, ini menentukan
sustanability bisnis. Mereka yang berbisnis dengan market yang kecil, banyak
kompetitor, dan juga jenuh umumnya kurang sustain. Bisa aja si diawal sukses,
tapi kalo bicara masalah sustanability kita bicara jangka panjang. Ada juga
yang tahu mereka salah memilih bidang bisnis, kemudian mereka expand ke bisnis
yang memiliki rantai nilai tak jauh dari bisnis sebelumnya. Oh ya, ini asumsi
kalo sukses bisnis dinilai dari banyaknya revenue yang didapat. Kalo anda
menilai sukses bisnis karena bisnis tersebut survive bisa jadi anda punya
pandangan lain dengan saya. Contohnya menyikapi orang-orang yang motivasi
bisnisnya karena kesenangan/passion. Bisnis distro, indie band, atau game
indie. Tapi ada juga yang sukses dalam dua sudut pandang itu. Mereka berawal
dari passion dan mereka sukses secara revenue. Analisis saya, mereka sukses
karena pas memilih bidang bisnis atau pas pasar sedang mengarah kesitu (terjadi
pergeseran asumsi di masyarakat), contohnya terjadi pada industri distro.
Walaupun menurut saya, teori ‘passion’ atau ‘lentera hati’ yang pernah
disiarkan di kick andy masih bisa menjadi perdebatan.
Terpaku pada hasil/Uang
Sungguh
di dunia ini tidak akan ada hasil tanpa melalui proses yang cerdas, efektif dan
bermutu. Saya suka mengkritik motivator-motivator yang suka menggambarkan
betapa mudahnya sebuah kesuksesan (terutama orang-orang di bisnis MLM).
Seolah-olah hasil tersebut bisa didapatkan hanya dalam sekejap tanpa proses
yang cerdas, efektif dan bermutu. Jelas ini filosofi yang menyesatkan. Apalagi
kalo framework seperti ini kita gunakan terus dalam dunia bisnis atau misalkan
jadi professional. Yang ada walaupun sukses tapi caranya sangat merugikan orang
lain dan cenderung tidak adil. Tentu ini tidak baik bagi peradaban dunia ini
(halah ngomongnya ko uda peradaban aja..). Lalu kenapa sih orang yang terpaku
pada hasil bisa gagal berwirausaha? umumnya yang saya lihat mereka tidak
terpaku pada proses. Porsi berpikirnya banyakan hasil daripada proses itu
sendiri. Inilah yang membuat mereka gagal. Semacam mimpi tanpa diimbangi
eksekusi yang bermutu. Hati-hati untuk para mahasiswa, kadang sikap idealisme
sering menjerumuskan pada sikap seperti ini. Makanya sikap idealisme harus
diimbangi dengan sikap realisme dan juga konkritisme agar eksekusi atas semua
idelisme kita berjalan mulus.
Itu saja beberapa poin penting yang saya amati, mudah-mudahan temen-temen lain yang punya sudut pandang lain bisa menambahkan dengan menjawab pertanyaan, “Kenapa sih anda gagal bisnis?” agar bisa menjadi pelajaran bagi orang lain.
Itu saja beberapa poin penting yang saya amati, mudah-mudahan temen-temen lain yang punya sudut pandang lain bisa menambahkan dengan menjawab pertanyaan, “Kenapa sih anda gagal bisnis?” agar bisa menjadi pelajaran bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar