Laman

Kamis, 21 Juni 2012

Calistung oh Calistung...


“Masih balita sudah diajarin kompetensi” - komentar seseorang mengenai artikel yang membahasa tentang uji calistung untuk tes masuk SD, tak benar dan tak wajar!

Masalah ini memang menjadi dilema tersendiri. Satu sisi konsep belajar anak usia dini adalah bermain sambil belajar. Di sisi lain, kebutuhan akan kemampuan membaca dan berhitung sangat dibutuhkan. Untuk masuk ke sekolah dasar ada tahap uji calistung. Inilah yang memunculkan kekhawatiran para wali murid TK (yang ibu saya kelolah)  agar anak mampu membaca dan berhitung saat di TK. Bagaimana ibu saya memandang ini : yang kurang dipahami adalah bahwa sekolah adalah tempat ajar mengajar bukan jaminan kemampuan anak. Sekolah dimulai pukul 08:30 pagi sampai pukul 10:00, itu artinya hanya ada dua jam waktu belajar dengan guru. Selebihnya 22 jam yang lain dilalui anak bersama orang tua. Ibu saya ingin mengatakan bahwa harus ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua. Menumpuk perkembangan anak hanya kepada sekolah, tentu kurang tepat.


Lantas bagaimana solusi ibu saya menghadapi tuntutan wajib calistung dari wali murid: Kurikulum sekolah tetap dibiarkan seperti itu, anak bermain sambil belajar. Tidak tega rasanya merampas masa bermain anak dengan mencekoki baca tulis. Otak anak ada dua, kanan dan kiri, keduanya harus dirangsang secara balance. Untuk itu dibiakan saja kurikulum berjalan sebagaimana layaknya. Untuk yang memaksa, diberikan opsi kursus calistung tersendiri. Dan ini ternyata ditanggapi beragam. Ada yang antusias, ada yang merasa sudah mampu membimbing anaknya baca tulis secara mandiri, ada juga yang melihat ini sebagai solusi komersial: itu kan sudah kewajiban sekolah, mengapa dibuat kursus, yang berarti harus bayar private di luar spp. Untuk yang terakhir sungguh keterlaluan, sekolah tidak mengambil sedikit pun biaya private itu. Dari wali murid, untuk guru dan untuk murid, rasanya simbiosismutualisme yang pas, bukan?. Guru mengajar private kemudian diberi apresiasi, dan murid mendapat kemampuan. 

Point terakhir ini tidak perlu difikirkan solusinya, yang bersuara keras begitu biasanya yang tidak tahu, tidak paham. Nanti saat ia paham, baru ia memaklumi. 

*****
Note: sebenarnya sejak lama saya mendengar kegelisahan ibu saya ini, mengenai calistung bagi anak TK. Tapi baru periode tahun ajaran 2012, menjelang tahun ajaran baru ini, dimana lulusan TK, terutama kelas B sudah harus siap-siap untuk masuk Sekolah Dasar. Saya merasakan betul-betul bagaimana ibu saya berfikir keras mencari penyelesaian antara keinginan orang tua dan kebutuhan pertumbuhan anak. 

Calistung oh calistung.. kadang ini menjadi ukuran bagus tidaknya sebuah TK.  

Tidak ada komentar: