Jam
setengah enam pagi saya bangun dan bergegas merapihkan diri. Barang bawaan
sudah tertata sejak semalam. Sengaja saya rapihkan dahulu agar besok tidak
kemrungsung.
Materi
ajar sudah terkonsep di otak. Baik yang benar-benar terpola, atau sekedar memetakan
: besok saya akan begini, kemudian begitu, lepasnya akan melakukan ini.
Supaya
tidak mati gaya di depan anak didik. Itu tujuannya.
Saya
lebay?! Ya memang..! karena masih banyak yang harus saya pelajari. Kalau tidak
begitu, saya akan tergagap-gagap. Sudah lebay pun, kadang masih gagap.
Dunia
mengajar adalah dunia yang begitu dekat dengan saya, tetapi sekedar dekat, tidak
akrab, apalagi mengenalnya dengan baik. Ibu bekerja di bidang pendidikan.
Teman-teman dekat hampir seluruhnya guru di berbagai jenjang pendidikan. Sekarang
saya ikut menjadi guru.
Sesungguhnya
ini bukan tujuan awal.
Strata
satu saya adalah Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom), ini cita-cita sejak sekolah.
Ingin menjadi wartawan, tapi tidak kesampean. Ya sudah. Tak mengapa. Selama
masih ada blog. Saya bisa terus menulis. Meski tidak informatif layaknya berita,
saya puas, setidaknya tulisan ini akan membantu mengingatkan saya dan
orang-orang terdekat mengenai apa yang telah terjadi dalam hidup. Dimana blog
sebagai catatan sejarah pribadi.
Di
sekolah, saya mengajar sudah hampir lima bulan berlalu. Sedikit banyak pola
mengajar sudah saya pelajari dari kesalahan-kesalahan tak sengaja “ooh..
ternyata harus begini, ooh.. ternyata mesti begitu karena kalau tidak, inilah jadinya”.
Di
awal pembelajaran, saya sering bertanya kepada guru lain mengenai metode dan
apa saja yang harus saya persiapkan terkait administrasi sekolah. Banyak tips
dan istilah serta target yang dijelaskan. Namun apa daya, otak saya rupa-rupanya
belum terkoneksi dengan baik. Ulangan harian pertama di satu dari empat mata
pelajaran yang saya pegang hampir 50 persen anak remedial karena nilainya di
bawah standar. Bagai berkendara di kelokan seribu, rasanya mual dan pusing
tujuh keliling. Saya mabuk.
Jika
ditanya, apakah materi yang disampaikan sudah mencapai target? Jawabnya sudah.
Namun jika ditanya lagi, mengapa bisa dibawah standar? Ini yang saya bingung menjawabnya.
Saya mencatat dari enam kelas, hanya saya yang paling banyak remedial. Itu
berarti, ada yang harus saya perbaiki.
Dan
saya belajar…
Ujian
atau ulangan sama dengan sebuah pertunjukan, dimana persiapan dan latihan
dibutuhkan sebelum pementasan. Begitupun belajar, sebelum sampai pada penilian
harus banyak latihan sebagai persiapan. Point ini yang terlewat oleh saya. Semua
materi sudah saya sampaikan, namun pengecekan akan apakah materi sudah difahami
betul oleh anak?- itu yang terlewati. Karena anak berbeda dengan mahasiswa,
untuk itu recheck atau latihan sangat diperlukan. Mereka masih harus dibimbing
dan tidak bisa dibiarkan belajar sendiri.
Daya ingat anak begitu kuat jika materi yang disampaikan sedikit namun
berkesan. Berkesan bisa dengan gerakan atau cerita. Mereka tidak suka gaya
ceramah.
Ketidak-tertarikan
anak bisa dilihat dari sikap mereka, seperti perilaku cuek, mengantuk, bahkan
ditinggal ngobrol saat sedang menjelaskan. Ini tandanya Anda tidak menarik. Situasi itu pernah saya alami. Untuk menyiasatinya
keaktifan guru sangat dibutuhkan. Mengkobinasikan materi, cerita, gerakan bahkan
gambar sangat efektif untuk menangkap perhatian anak yang kabur-kaburan.
Pointnya
adalah bagaimana suasana belajar menjadi hidup. >> PR untuk saya.
Kedua,
pembelajaran yang dinamis tidak hanya menarik bagi anak. >> itu yang saya
rasakan.
Saya
pribadi, lebih suka dengan dosen yang sedikit jenaka dan berbagi wawasan
mengenai dinamika realita yang ada di masyarakat, politik atau korporat yang
terkait dengan teori. Dengan begitu belajar menjadi lebih nyaman dan berkesan
diingatan. Dan untungnya seluruh dosen saya adalah dosen-dosen yang sangat
menyenangkan.
Kembali
ke anak murid saya. Betapapun usaha saya untuk menyenangkan seluruh anak-anak,
tetap akan ada beberapa anak yang ketertarikannya kurang pada mata pelajaran
yang saya ampu. Untuk yang satu ini, saya sadar betul bahwa anak tidak bisa
dipaksa untuk mau dan mampu pada seluruh mata pelajaran. Dan tidak adil rasanya
jika anak diharuskan untuk menguasai seluruh materi. Biarkan. Anak bebas
memilih dan mendalami dimana ia bisa dan senang. Itu yang harus di dukung agar
anak betul-betul menjadi professional di bidangnya.
Lebih
baik satu tapi ahli, dari pada harus seluruhnya dipelajari tetapi tidak ada
yang betul-betul di kuasai.
Untuk
seluruh murid saya, luv u so much
-With
love-
Ms.
Mala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar